foto: ist
finews, Jakarta – Gasifikasi batu bara (Dimethyl Ether/DME) tengah dikembangkan Pemerintah sebagai energi alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Penggunaan DME diharapkan juga dapat mengurangi impor LPG.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi dalam siaran pers, Rabu (22/7/2025) yang lalu menjelaskan, pengembangan DME diarahkan terutama sebagai subtitusi penggunaan LPG yang di awal dulu digunakan untuk mensubtitusi minyak tanah. “Apalagi 75 persen penggunaan LPG di dalam negeri itu berasal dari impor. Kalau kita tergantung impor, dari sisi ketahanan energi akan tidak terlalu baik,” katanya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) ESDM Dadan Kusdiana menyatakan, karakteristik DME memiliki kesamaan baik sifat kimia maupun fisika dengan LPG. Lantaran mirip, DME dapat menggunakan infrastruktur LPG yang ada sekarang, seperti tabung, storage dan handling eksisting. “Campuran DME sebesar 20 persen dan LPG 80 persen dapat digunakan kompor gas eksisting,” ungkap Dadan.
Kelebihan lain adalah DME bisa diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan yang dapat diperbarui. Antara lain biomassa, limbah dan Coal Bed Methane (CBM). Namun saat ini, batu bara kalori rendah dinilai sebagai bahan baku yang paling ideal untuk pengembangan DME.
Meskipun industrinya belum ada di Indonesia, Kementerian ESDM akan mengembangkan pendukung teknis di dalam negeri, baik dari sisi produksi dan pemanfaatan.
DME memiliki kandungan panas (calorific value) sebesar 7.749 Kcal/Kg, sementara kandungan panas LPG senilai 12.076 Kcal/Kg. Kendati begitu, DME memiliki massa jenis yang lebih tinggi sehingga kalau dalam perbandingan kalori antara DME dengan LPG sekitar 1 berbanding 1,6.
Pemilihan DME untuk subtitusi sumber energi juga mempertimbangkan dampak lingkungan. DME dinilai mudah terurai di udara sehingga tidak merusak ozon dan meminimalisir gas rumah kaca hingga 20 persen. “Kalau LPG per tahun menghasilkan emisi 930 kg CO2, nanti dengan DME hitungannya akan berkurang menjadi 745 kg CO2. Ini nilai-nilai yang sangat baik sejalan dengan upaya-upaya global menekan emisi gas rumah kaca,” urai Dadan.
Di samping itu, kualitas nyala api yang dihasilkan DME lebih biru dan stabil, tidak menghasilkan partikulat matter (pm) dan NOx, serta tidak mengandung sulfur. DME merupakan senyawa eter paling sederhana mengandung oksigen dengan rumus kimia CH3OCH3 yang berwujud gas sehingga proses pembakarannya berlangsung lebih cepat dibandingkan LPG.
Kementerian ESDM melalui Balitbang ESDM telah menyelesaikan uji terap pemakaian DME 100 telah dilakukan di wilayah Kota Palembang dan Muara Enim pada bulan Desember 2019 hingga Januari 2020 kepada 155 kepala keluarga dan secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu, uji terap DME 20 persen, 50 persen dan 100 persen dilakukan di Jakarta yaitu di kecamatan Marunda, kepada 100 kepala keluarga pada tahun 2017.
Hasil uji terap menunjukkan mudah dalam menyalakan kompor, stabilitas nyala api normal, mudah dalam pengendalian nyala api, warna nyala api biru dan waktu memasak lebih lama dibandingkan LPG. “Secara teknis, pemanfaatan DME 100 persen layak untuk mensubstitusi LPG untuk rumah tangga dengan menggunakan kompor khusus DME. Waktu memasak lebih lama 1,1 s.d. 1,2 kali dibandingkan dengan menggunakan LPG,” tutup Dadan. (TW).
Keunggulan DME sebagai Pengganti LPG di Masa Depan
Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan langkah besar dalam transisi energi dengan mengganti liquefied petroleum gas (LPG) menggunakan dimethyl ether (DME) mulai tahun 2026.
Langkah ini bukan hanya sekadar pergantian bahan bakar rumah tangga, melainkan strategi penting untuk memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG.
Proyek penggantian LPG dengan DME menjadi salah satu fokus utama pemerintahan Prabowo Subianto. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan produksi massal DME dapat tercapai pada tahun 2027.
Upaya ini diharapkan mampu memanfaatkan bahan baku dalam negeri sekaligus membuka peluang besar bagi efisiensi ekonomi nasional.
Mengapa Pemerintah Beralih ke DME?
Langkah pemerintah untuk beralih ke DME merupakan bagian dari upaya memperkuat kemandirian energi nasional.
Dengan memanfaatkan sumber daya alam seperti batu bara, gas alam, dan biomassa, Indonesia berpotensi besar menghasilkan bahan bakar alternatif secara mandiri tanpa bergantung pada impor.
Selain mengurangi impor, DME juga dinilai lebih ramah lingkungan. Pemerintah berharap transisi ini mampu menciptakan nilai tambah ekonomi domestik dengan mengoptimalkan sumber daya energi yang melimpah di tanah air.
Salah satu keunggulan DME adalah kemiripan karakteristiknya dengan LPG. Baik dari segi sifat fisika maupun kimia, DME dapat digunakan dengan mudah pada berbagai sektor, mulai dari kebutuhan rumah tangga hingga industri. Karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir akan perubahan besar dalam penggunaannya.
Apa Itu DME?
Dinukil dari laman Kementerian ESDM, dimethyl ether (DME) adalah senyawa organik dengan rumus kimia CH₃OCH₃. DME termasuk dalam golongan eter paling sederhana yang mengandung unsur oksigen.
Dalam kondisi normal, DME berwujud gas, namun dapat dengan mudah dicairkan menggunakan tekanan rendah sehingga dapat disimpan dalam bentuk cair seperti LPG.
DME memiliki dua cara pemanfaatan utama:
Pemanfaatan langsung, digunakan 100 persen untuk kebutuhan industri, transportasi, atau rumah tangga.
Pemanfaatan campuran, dicampur dengan LPG atau LGV (liquified gas for vehicle) untuk menghasilkan bahan bakar dengan karakteristik stabil dan aman.
Keunggulan Fisik dan Kimia DME
Keunggulan utama DME terletak pada kemiripan sifat fisik dan kimianya dengan LPG. Hal ini memungkinkan penggunaan infrastruktur yang sudah ada seperti tabung gas, jaringan pipa, serta fasilitas penyimpanan dengan sedikit penyesuaian.
Transisi dari LPG ke DME menjadi lebih efisien tanpa memerlukan investasi besar untuk pembangunan infrastruktur baru.
Selain itu, DME dapat diproduksi dari berbagai sumber energi domestik, termasuk batu bara berkalori rendah yang melimpah di Indonesia. Hal ini menjadikannya bahan baku ideal dengan biaya produksi yang lebih ekonomis.
Secara teknis, nilai kalor DME mencapai 7.749 Kcal/kg, sedangkan LPG memiliki sekitar 12.076 Kcal/kg. Meski lebih rendah, massa jenis DME lebih tinggi sehingga rasio efisiensi panasnya berkisar 1:1,6.
Artinya, konsumsi DME sedikit lebih banyak, namun keunggulan dari sisi bahan baku lokal dan dampak lingkungan tetap menjadikannya pilihan strategis untuk masa depan energi Indonesia.
Dampak DME terhadap Lingkungan
Dari sisi lingkungan, DME dikenal lebih bersih dan aman dibandingkan LPG. Bahan bakar ini tidak mengandung sulfur, tidak menghasilkan partikulat, serta menekan pembentukan nitrogen oksida (NOx) saat pembakaran. Nyala apinya berwarna biru stabil, menandakan proses pembakaran yang sempurna dan efisien.
DME juga bersifat tidak beracun, tidak korosif, dan mudah terurai di udara. Bahan bakar ini tidak merusak lapisan ozon serta dapat menekan emisi gas rumah kaca hingga 20% dibandingkan LPG. Jika LPG menghasilkan sekitar 930 kg CO₂ per tahun, maka DME hanya menghasilkan sekitar 745 kg CO₂.
Karena berbentuk gas, DME tidak meninggalkan residu atau jelaga. Hal ini membuatnya lebih ramah terhadap peralatan masak maupun sistem pembakaran. Kualitas api yang stabil dan bersih menjadikannya pilihan tepat untuk penggunaan rumah tangga.(*)
*beritasatu,esdm.go.id








