Peternak Ayam Mandiri Terancam Punah

Ekobisteckno466 Views

foto: ist

finews, Bogor – Keberadaan peternak ayam mandiri diperkirakan bakal makin berkurang seiring bisnis ayam dalam negeri yang tidak menguntungkan. Peternak Pembudidaya Unggas Niaga (PPUN) menyampaikan, para peternak broiler mandiri bahkan telah mengalami kerugian selama empat tahun berturut.

“Kalau ini tidak dibenahi, tidak butuh waktu lama kita akan punah. Jangankan bertahan, kita mau berhenti tanpa tinggalkan utang saja sudah bagus,” kata Ketua PPUN, Wismarianto, di Bogor, Rabu (8/11).

Ia menjelaskan, kondisi usaha perunggasan para peternak mandiri, khususnya ayam broiler, kian lesu sejak 2019. Sebab, harga jual ayam kerap lebih rendah dari biaya produksi yang harus dikeluarkan para peternak.

Kerugian empat tahun berturut-turut ini baru kali pertama terjadi dalam sejarah perunggasan nasional. Alhasil, sejak mengalami kelesuan, peternak yang tak punya modal kuat memilih untuk beralih profesi.

Ia bercerita, sejak dulu peternak mandiri terbiasa menggunakan sistem bayar menggunakan tempo satu bulan dalam membeli pakan hingga bibit. Lantaran harga jual yang tak pernah menguntungkan, alhasil utang makin menggunung dan sulit diatasi.

Diketahui, rata-rata harga pakan unggas saat ini telah mencapai 9 ribu per kg atau naik 70 persen dalam beberapa bulan terakhir. Sebagai catatan, pakan berkontribusi sekitar 70 persen dari total biaya produksi.

Selain pakan, bibit ayam usia sehari atau day old chick (doc) juga masih cukup mahal, yakni sekitar 7 ribu per hari atau di atas acuan pemerintah 5.500- 6.500 per kg.

“Jadi, kurang lebih ongkos produksi ayam di peternak bisa 21.500 per kg, tapi harga ayam saat ini kurang lebih antara 18 ribu- 19 ribu per kg, jadi rugi sekitar 2.500- 3 ribu per kg,” katanya.

Adapun Badan Pangan Nasional telah mengatur harga acuan pembelian harga ayam hidup di tingkat peternak sebesar 21 ribu- 23 ribu per kg. Kisaran harga itu masih dinilai memberikan keuntungan wajar bagi peternak.

Wismarianto menjelaskan, peternak mandiri tidak dapat menentukan harga sepihak karena bergantung pada pasar bebas. Apalagi, Indonesia kini dalam kondisi surplus ayam. Total produksi daging ayam nasional tahun ini diproyeksikan mencapai 4 juta ton, sementara kebutuhan domestik hanya 3,5 juta ton.

Di sisi lain, pangsa pasar peternak mandiri juga terus mengecil, saat ini hanya mengisi 15-20 persen dari total kebutuhan domestik. Sisanya dipenuhi oleh produksi dari perusahaan unggas terintegrasi dengan modal yang kuat.

“Kasihan. Peternak rakyat itu kasihan sekali dan ini harus diselamatkan. Anggota kita saat ini hanya tinggal sekitar 100 dari dulu hampir 300-an anggota,” katanya.

Pihaknya berharap agar seluruh pemangku kepentingan dapat duduk bersama membahas upaya peningkatan harga ayam di dalam negeri. Sejumlah usulan juga telah dibuat agar dapat menjadi prioritas pemerintah untuk menolong para peternak.

Salah satunya dengan melakukan audit jumlah populasi ayam broiler berskala nasional agar bisa diseimbangkan dengan permintaan pasar. Pihaknya juga meminta agar ada segmentasi pasar yang jelas bagi peternak kecil mandiri dan perusahaan besar.

“Saya yakin kalau semua duduk bersama dan memperhatikan peternak yang sudah hampir habis ini, saya yakin semua akan terurai dan ada solusinya,” kata dia.

Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Badan Pangan Nasional, Maino Dwi Hartono, mengatakan, pemerintah saat ini memang baru dapat mengatur harga jagung pakan yang lebih banyak digunakan oleh peternak ayam petelur atau layer.

Ketika harga jagung mengalami kenaikan karena ongkos produksi yang juga meningkat dari petani jagung, pemerintah bisa memberikan subsidi ongkos transportasi untuk meredam kenaikan harga. “Nah, karena pakan broiler ini barang jadi (olahan pabrik, Red), kita agak repot karena kita tidak bisa subsidi pakan (perusahaan, red),” kata Maino.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *