foto: istimewa
finews, Sragen – Para pedagang pasar kota Sragen mengaku mengalami penurunan omzet penjualan hingga 70 persen sejak 2023.
Seperti diberitakan espos.id Mario ketua Kerukunan Pedagang Pasar Kota Sragen,Kamis (9/10) mengatakan pasar tradisional akhir-akhir ini kehilangan peminat dan perlahan dijauhi pembeli. Ia bahkan mempertanyakan apakah kondisi ekonomi masyarakat sedang tidak baik-baik saja.
“Banyak pedagang yang memilih untuk menutup los mereka karena tidak laku jualan. Mayoritas pedagang Pasar Kota Sragen merupakan pedagang pakaian, kain, perabot rumah tangga, dan kebutuhan peralatan rumah tangga lainnya,” jelasnya.
Dia menyatakan saya sudah minta DPRD Sragen supaya berkunjung ke pasar kota Sragen.
“Dengan datang sendiri ke pasar bisa tahu kondisi pasar kota Sragen. Omzet para pedagang turun hingga 70 persen dan banyak kios yang tutup,” ujar Mario.
Menurut Mario, penurunan omzet terjadi bertahap sejak tahun 2023 lalu. Sebagian pedagang yang tidak lagi membuka los kini beralih berjualan dari rumah masing-masing.
“Penyebab terbesarnya karena maraknya pedagang online. Pedagang beralih jualan di rumah,” ujar Mario.
Gagal Diperbaiki
Ketua Komisi II DPRD Sragen, Sri Pambudi, mengatakan persoalan pasar kota Sragen sudah lama dibahas.Kata dia, dulu pernah ada wacana akan direvitalisasi dengan anggaran APBN senilai 200 miliar tetapi tidak terealisasi.
Dia menambahkan dalam rapat-rapat komisi bersama Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskumindag) Sragen pun sudah sering disampaikan supaya ada rehab infrastruktur di dalam pasar kota sesuai kebutuhan pedagang.
“Kemudian terkait turunnya omzet pedagang ada beberapa faktor. Pertama, terkait dengan pembelian seragam sekolah supaya dibebaskan dan diarahkan untuk meramaikan pasar. Mestinya ada kebijakan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen. Kedua, banyaknya pedagang keliling juga berpengaruh pada turunnya jumlah pengunjung pasar. Ketiga, faktor yang paling berpengaruh itu banyaknya pedagang online,” jelas dia.
Sri Pambudi mengungkapkan ketimpangan antara pedagang pasar dan pedagang online perlu segera diatasi. Pedagang pasar selama ini masih menanggung retribusi dan biaya operasional, sementara pedagang online bisa menjual barang tanpa beban pajak atau biaya tambahan.
Oleh sebab itu, harga di pasar online lebih rendah ketimbang harga barang di pasar rakyat.
“Seharusnya pemerintah memberi kebijakan terkait banyaknya media sosial yang dimanfaatkan untuk perdagangan online. Pemerintah harus menerapkan sistem agar perdagangan online bisa dikenakan pajak. Kemudian situs-situs jual beli online juga harus dibatasi untuk menjaga stabilitas ekonomi, sehingga tidak ada keluhan dari pedagang pasar tradisional,” ujar dia.(maksum)








