foto: presiden prabowo subianto rakor bersama menteri teknis Kemenko Pemberdayaan masyarakat di istana bogor, jawa barat 7 januari 2025/dok setpres RI
finews,Jakarta – Heboh soal pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di pesisir kabupaten Tangerang, Banten membuat presiden Prabowo Subianto gerah karena mengganggu kehidupan para nelayan. Dia pun memerintahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) segera ke lokasi, menyegel dan mencari tahu siapa dalangnya.
Atas perintah itu, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono langsung turun ke lapangan, Kamis (9/1). “Pak presiden sudah menginstruksikan. Saya pun tadi pagi diperintahkan pak menteri langsung untuk melakukan penyegelan. Negara tidak boleh kalah. Kami hadir di sini untuk melakukan penyegelan karena sudah meresahkan masyarakat, sudah viral,” kata dia.
Penyegelan dilakukan karena setelah dicek lebih lanjut, pagar itu tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Selain itu, kabar soal pagar menganggu penghidupan nelayan juga bukan isapan jempol, sudah dikonfirmasi langsung oleh KKP.
“Dan ternyata memang kami wawancara dengan beberapa nelayan mengganggu mereka. Pagar tersebut kami cek di KKP tidak ada PKKPRL-nya, jadi perizinannya tidak ada. Pemerintah dalam hal ini KKP hadir di laut ini untuk melakukan penyegelan pemagaran laut tersebut,” ucapnya.
Pung menyatakan, pihaknya akan mendalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. KKP juga memberikan waktu maksimal selama 20 hari agar pagar yang telah dipasang tersebut segera dibongkar oleh pihak yang memasang.
Usut punya usut, dalang di balik pagar laut ini adalah Agung Sedayu Group, pengembang proyek strategis nasional (PSN) PIK 2. Dugaan ini sempat dibantah oleh pihak kuasa hukum, Muannas Alaidid. Dia mengklaim perusahaan milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan tak pernah melakukan tindakan yang menghalangi akses masyarakat, termasuk nelayan, ke sumber daya laut.
“Tidak ada keterlibatan Agung Sedayu Group dalam pemasangan pagar laut. Kami menegaskan hingga saat ini tidak ada bukti maupun fakta hukum yang mengaitkan Agung Sedayu Group dengan tindakan tersebut,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (9/1).
Klaim Muannas bertolak belakang dengan kesaksian warga sekaligus nelayan desa Kronjo, Tangerang, Heru Mapunca.Kepada media, Kamis (9/1), pria berusia 47 tahun ini mengaku pernah bertemu dengan pelaku pemasangan pagar laut.
Dia menuturkan, pemasangan dilakukan pada malam hari. Kala itu, dia melihat lima unit mobil truk sedang konvoi membawa muatan bambu menuju pulau Cangkir. Karena penasaran Heru mengecek ke lokasi pada keesokan harinya, dia kaget ada sejumlah tukang yang sedang sibuk memilah bambu.
“Lima unit (truk) tuh konvoi, ada apa nih? Jangan-jangan ada proyek nih kan. Pagi saya lihat, oh iya ternyata bongkaran tuh. Ada tukangnya banyak milih-milihin (bambu),” kata dia.
Dia menambahkan, para tukang misterius itu berjumlah 10 orang. Dalam melancarakan aksi pemasangan pagar laut, menggunakan 3 perahu. “Oh banyak, 10 orang (tukang). 3 perahu kalau enggak salah. Hebat pemborongnya laut saja diuruk, dipager-pager gitu,” ujarnya sambil terkekeh.
Heru pun bertanya kepada salah satu tukang dan akhirnya dia mengetahui bahwa pagar laut tersebut merupakan proyek garapan Agung Sedayu. Dia menambahkan, para tukang misterius itu berjumlah 10 orang. Aksi pemasangan pagar laut, menggunakan 3 perahu. “Mang ini bambu buat apa?” tanya Heru kepada tukang tersebut yang dijawab, “Mau buat pagar di laut.”
“Ini proyek siapa?” tanya Heru lagi, kemudian dijawab si tukang, “Agung Sedayu.”
Diupahi 100 Ribu
Menurut catatan Ombudsman RI Wilayah Banten pemagaran ini sudah berlangsung selama enam bulan. Temuan ini berdasarkan informasi dari masyarakat saat pimpinan Ombudsman RI melakukan kunjungan ke lokasi pada 5 Desember 2024.
Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten Fadli Afriadi menyatakan, hasil penelusuran pihaknya bersama nelayan menemukan bahwa setiap 400 meter ada pintu untuk diakses perahu, akan tetapi nelayan akan kembali menjumpai pagar lapisan berikutnya.
Fadli menegaskan bahwa keberadaan pagar tersebut telah mengganggu aktivitas masyarakat serta merugikan dan membahayakan para nelayan. “Tidak sesuai dengan prinsip bahwa laut itu kan terbuka, tidak boleh tertutup. Padahal, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Banten) telah menyatakan bahwa tidak berizin,” kata Fadli kepada wartawan, saat dihubungi Rabu (8/1).
Informasi lainnya, ada sejumlah warga setempat yang menerima upah sebesar 100 ribu untuk memasang pagar bambu. Obudsman masih mencari bukti-bukti lain untuk membenarkan dugaan pemberi perintah adalah Agung Sedayu.
“Siapa yang melakukan belum kami identifikasi. Mereka (warga) sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang (pagar bambu) dikasih uang 100 ribu per orang,” ujar Fadli.
Sekadar catatan, pagar laut yang tertancap di pesisir kabupaten Tangerang itu terbuat dari bambu dengan tinggi 6 meter. Membentang sepanjang enam kecamatan yang meliputi 16 desa. Pagar bambu berdiri tegak satu dengan lainnya yang tak jauh jaraknya seakan tidak tergoyahkan ketika ditabrak ombak.(*)
* sumber: inilah.com