foto :ilustrasi
finews, Yogyakarta —Bupati Gunungkidul meminta masyarakat untuk ikut berperan dalam upaya pencegahan pernikahan dini. Pasalnya, kasus pernikahan dini masih terhitung tinggi.
“Selalu saya sampaikan di setiap pertemuan dengan warga agar menyukseskan gerakan anti pernikahan dini di Gunungkidul,” kata Sunaryanta kepada wartawan, Selasa (1/8), seperti diberitakan harianyogya
Menurut dia, partisipasi ini akan mengoptimalkan upaya pencegahan. Orangtua diharapkan bisa memberikan nasehat serta tidak memaksakan anak untuk menikah di usia dini.
“Mari bersama-sama menumbuhkan motivasi kepada anak untuk memiliki mimpi atau cita-cita serta berusaha mewujudkan impian tersebut menjadi kenyataan. Dengan begini, maka upaya pernikahan dini bisa dicegah,” ungkapnya.
Sunaryanta mengungapkan, kasus pernikahan dini di Gunungkidul masih tinggi. Tahun 2022 lalu total ada 182 kasus pernikahan dini, sedangkan tahun ini sudah ada 97 kasus.
“Dari jumlah ini ada 33 anak atau remaja yang posisinya sedang mengandung [hamil di luar nikah]. Ini jelas tidak baik karena kalau dibiarkan bisa berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia [IPM] di Gunungkidul,” katanya.
Disinggung peran pemkab dalam upaya pencegahan pernikahan dini, Sunaryanta mengakui sudah banyak program yang dijalankan dengan menyasar ke kapanewon maupun di kalurahan. “Tentunya agar hasilnya optimal, peran dari masyarakat juga sangat dibutuhkan,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty siap berpartisipasi dalam upaya pencegahan pernikahan dini. Gerakan terus dilakukan dengan melibatkan kader kesehatan di setiap kalurahan.
“Kami terus berupaya agar angka pernikahan dini bisa ditekan,” katanya.
Pencegahan pernikahan dini juga menjadi bagian dari mencetak generasi unggul. Pasalnya, proses pernikahan dini sangat berbahaya karena terkait dengan kesehatan reproduksi sehingga bisa menyebabkan bayi lahir stunting.
“Kalau stunting maka akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak di masa depan. Ini baru dari sisi kesehatan, karena ada dampak lain dari pernikahan dini seperti masalah sosial hingga ekonomi,” katanya.
Ponorogo Juga Tinggi
Melansir palopopos edisi 13 Januari 2023 ,di Ponorogo, Jawa Timur. Dikabarkan, akibat pergaulan yang serba bebas tersebut, membuat ratusan pelajar dari SMP dan SMA di daerah itu hamil di luar nikah sepanjang tahun 2022.
Bahkan pada minggu pertama tahun 2023, ada 7 pelajar dari kelas 2 SMP dan SMA yang hamil hingga melahirkan.
Kejadian ini membuat para pelajar harus mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Ponorogo.
Sebab sesuai UU, usia minimal untuk menikah pada usia 19 tahun. Jika usianya masih kurang, maka harus mendapat putusan dispensasi nikah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama setempat.
Jumlah pengajuan dispensasi nikah oleh para pelajar ke Pengadilan Agama Ponorogo ini berjumlah ratusan sepanjang tahun 2021 hingga 2022.
Tercatat tahun 2021 sebanyak 266 pemohon. Dan di tahun 2022 ada 191 pemohon.
Humas Pengadilan Agama Ponorogo, Ruhana Faried mengatakan, dispensasi nikah pelajar ini dikabulkan karena sifatnya mendesak.
“Semuanya dikabulkan karena semuanya sudah memenuhi unsur mendesak,” katanya pada Selasa 10 Januari 2023 lalu.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial dan P3A Ponorogo, Supriyadi mengatakan, para pelajar hamil di luar nikah karena pergaulan bebas dan media sosial.
Mereka melalukan hubungan suami Istri di luar nikah akibat pergaulan bebas.
“Mereka banyak dipengaruhi banyak fasilitas yang dipakai untuk nongkrong, anak-anak juga menjadi dewasa sebelum waktunya karena media sosial,” kata Supriyadi, Kamis 12 Januari 2023.
Dia mengaku terkejut namun belum mendapatkan data mengenai hal itu.
Supriyadi mengatakan pihaknya akan mengintensifkan pembinaan terhadap anak-anak tentang reproduksi dan pernikahan.
”Cukup mengejutkan bagi kami di antaranya yang mengajukan dispensasi sudah hamil. Kami sudah dapat data resmi dari pengadilan agama. Ini jadi atensi kita,” ujar dia.(*)