foto: candi prambanan/istimewa
finews, – Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno di Indonesia tidak hanya mencerminkan kejayaan masa lalu, tetapi juga menyimpan warisan budaya yang kaya dan mendalam. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, kerajaan Mataram Kuno muncul sebagai salah satu pusat kekuatan dan kebudayaan
di wilayah nusantara.
Peninggalan-peninggalan monumental, seni arsitektur yang megah, dan catatan sejarah yang berharga menjadi saksi bisu peradaban yang pernah berkembang pesat di pulau jawa.
Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno diantaranya berbentuk candi yaitu :Borobudur,Prambanan Sewu,Mendut,Pawon dan yang berbentuk prasasti yaitu prasasti Canggal,dan prasasti Sojomerto, selain itu Mataram Kuno meninggalkan arsitektur dan seni relief,
Sistem irigasi dan pertanian
Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan salah satu peninggalan monumental yang mencerminkan keagungan dan kejayaan kerajaan Mataram Kuno di pulau jawa. Dibangun pada abad ke-8 oleh raja Samaratungga, candi ini adalah monumen Budha terbesar di dunia.
Terletak di Magelang, Jawa Tengah, Borobudur adalah manifestasi pencapaian seni, arsitektur, dan spiritualitas pada masa itu. Candi ini berbentuk stupa dengan sembilan tingkat, termasuk tiga tingkat teras berbentuk persegi dan enam tingkat teras berbentuk melingkar, serta stupa besar di puncaknya.
Struktur candi dihiasi dengan relief-relief halus yang menceritakan kisah-kisah kehidupan Buddha dan ajaran-ajaran Buddha. Borobudur mencerminkan konsep kosmos dan perjalanan spiritual, dengan perpaduan budaya Mataram Kuno yang dipengaruhi oleh agama Buddha.
Meskipun mengalami kepunahan dan terkubur selama berabad-abad, Borobudur ditemukan kembali pada abad ke-19 dan kemudian direstorasi. Borobudur menjadi situs warisan dunia UNESCO dan destinasi wisata terkenal yang menarik pengunjung dari seluruh dunia untuk mengagumi keindahannya serta merenungkan warisan sejarah dan keagamaan Mataram Kuno.
Candi Prambanan
Candi Prambanan adalah suatu peninggalan megah yang menceritakan kebesaran dan keberagaman agama di masa lalu, khususnya sebagai bagian dari kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Dibangun pada abad ke-9 Masehi, Prambanan menjadi perwujudan keindahan seni arsitektur Hindu yang luar biasa.
Candi ini terletak di dataran tinggi Kedu, dekat Yogyakarta, dan mencakup sejumlah besar kuil yang memuliakan tiga dewa utama Hindu, yaitu Shiva, Vishnu, dan Brahma. Struktur utama adalah candi Shiva, yang menara utamanya mencapai ketinggian lebih dari 40 meter dan dihiasi dengan relief-relief halus yang memperlihatkan kisah epik Ramayana.
Keunikan Prambanan terletak pada arsitektur yang menggabungkan kekhasan budaya Hindu dengan seni tatah relief yang halus. Meskipun sempat mengalami kerusakan akibat gempa dan letusan gunung Merapi, Prambanan telah direstorasi dan diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Candi ini tetap menjadi destinasi wisata yang mempesona, mengundang para pengunjung untuk mengagumi kemegahan arsitektur dan menghayati warisan keberagaman kepercayaan agama di masa lalu.
Candi Sewu
Candi Sewu, yang terletak tidak jauh dari candi Borobudur, merupakan sebuah peninggalan yang mencerminkan keindahan seni arsitektur pada masa kerajaan Mataram Kuno . Dibangun pada abad ke-8 hingga ke-9 masehi, candi Sewu adalah kompleks candi Buddha yang menjadi bukti keberlanjutan pengaruh agama Buddha di wilayah tersebut. Nama “Sewu” dalam bahasa jawa berarti “seribu,” merujuk pada jumlah candi-candi kecil yang membentuk kompleks ini.
Meskipun belum sepenuhnya direstorasi, candi Sewu memberikan gambaran tentang kemegahan kebudayaan Mataram pada masa lalu. Struktur utama kompleks ini adalah candi Mahawu, yang memiliki tangga monumental dan stupa di puncaknya.
Relief-relief yang menghiasi dinding candi menggambarkan kisah-kisah Buddha dan ajaran-ajaran Buddhis. Candi Sewu, walaupun kurang dikenal dibandingkan dengan Borobudur, menonjol dengan arsitektur yang indah dan merupakan bukti penting dari keberlanjutan dan kekayaan warisan budaya Mataram Kuno.
Situs ini, seperti candi Borobudur dan Prambanan, memberikan wawasan yang berharga tentang sejarah, seni, dan spiritualitas pada masa kerajaan tersebut
Candi Mendut
Candi Mendut merupakan peninggalan bersejarah yang terletak di sekitar kompleks candi Borobudur, merupakan bukti kekayaan seni dan kebudayaan pada masa Kerajaan Mataram Kuno .
Dibangun pada awal abad ke-9 oleh Dinasti Syailendra, candi Mendut adalah candi Buddha yang memancarkan ketenangan dan keagungan. Struktur utama candi ini adalah bangunan berbentuk persegi dengan susunan tiga tingkat dan puncaknya dihiasi oleh stupa.
Hal yang unik dari candi Mendut adalah patung Buddha besar yang ditempatkan di ruang tengahnya, menghadap ke arah barat. Patung Buddha ini, yang dikenal sebagai Boddhisattva Avalokiteshvara, menyiratkan makna dan ajaran Buddhis yang dalam.
Relief-relief yang indah di dinding candi menggambarkan kisah kehidupan Buddha dan menghiasi pintu masuk utama. Candi Mendut dianggap sebagai salah satu contoh arsitektur Buddha terbaik dari masa itu dan menjadi tempat ziarah yang penting bagi umat Buddha
Dengan keanggunan dan makna spiritualnya, candi Mendut menyampaikan warisan budaya dan keagamaan yang kaya dari Mataram Kuno, menjadi saksi bisu dari masa kejayaan kerajaan tersebut
Candi Pawon
Candi Pawon membawa jejak keagungan dan kebijaksanaan Kerajaan Mataram Kuno. Diperkirakan dibangun pada abad ke-9 masehi, bersamaan dengan candi Borobudur dan candi Mendut, candi Pawon menciptakan kompleks religius yang mencerminkan kearifan dan keberlanjutan agama Buddha pada masa itu.
Arsitektur sederhana candi ini menampilkan pengaruh gaya arsitektur candi Buddha dengan bentuk kubusnya yang khas. Meskipun fungsi pasti candi Pawon belum sepenuhnya terungkap, diyakini bahwa candi ini mungkin digunakan sebagai tempat penyimpanan relik Buddha atau sebagai tempat peribadatan kecil.
Candi Pawon terletak dalam garis lurus dengan aksis tengah candi Borobudur, menciptakan hubungan simbolis antara ketiganya. Keberadaannya bersama dengan candi-candi sekitarnya menandai kecemerlangan peradaban Mataram Kuno dan kebijaksanaan penguasa pada masa itu, mungkin terutama dalam mendukung agama Buddha.
Seiring berjalannya waktu, candi Pawon mengalami proses restorasi untuk menjaga keaslian dan keindahannya, menjadi bagian penting dari warisan budaya dan sejarah Indonesia.
Dengan keunikan arsitekturnya dan posisinya dalam kompleks candi Borobudur-Mendut-Pawon, candi Pawon tidak hanya menjadi saksi bisu masa lalu, tetapi juga menggambarkan kemegahan dan spiritualitas Kerajaan Mataram Kuno yang tetap relevan hingga saat ini.
Prasasti Canggal
Prasasti Canggal, ditemukan di desa Canggal, Magelang, Jawa Tengah, adalah sebuah prasasti bersejarah yang memberikan wawasan tentang Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini dikeluarkan pada tahun 732 masehi dan ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan aksara Pallawa. Isi dari Prasasti Canggal memberikan informasi tentang kebijakan pemerintahan .
Prasasti Canggal mencatat pencapaian Raja Sanjaya dalam menyatukan kembali wilayah yang sebelumnya terpecah belah. Ini menunjukkan keberhasilan Raja Sanjaya dalam menjalankan kebijakan pemerintahan yang efektif.
Prasasti ini menggambarkan dukungan Raja Sanjaya terhadap kebijakan keagamaan dan pembangunan tempat-tempat ibadah. Ia dikenal sebagai pemimpin yang memperhatikan perkembangan agama Buddha, dan prasasti ini mencatat pembangunan vihara dan biara untuk para biksu.
Isi Prasasti Canggal mencerminkan sikap toleransi dan dukungan raja Sanjaya terhadap kedua agama pada masa itu, yaitu Hindu dan Buddha. Hal ini tercermin dari pembangunan kuil-kuil Hindu dan wihara Buddha.
Raja Sanjaya dikenal sebagai penguasa yang memberikan perlindungan terhadap rakyatnya.
Prasasti ini menyebutkan bahwa raja memberikan keamanan bagi rakyatnya, serta melibatkan mereka dalam pembangunan berbagai proyek keagamaan.
Prasasti Canggal juga mencatat dukungan raja Sanjaya terhadap kegiatan seni dan kebudayaan. Hal ini termasuk upaya pembangunan taman-taman dan pekarangan yang indah.
Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto adalah sebuah prasasti yang ditemukan di desa Sojomerto, kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Prasasti ini berasal dari masa pemerintahan Rakai Kayuwangi, seorang raja dari Mataram Kuno pada abad ke-8 Masehi. Prasasti Sojomerto, yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan menggunakan aksara Pallawa, memberikan gambaran tentang pemerintahan dan kebijakan raja pada masa itu.
Poin penting tentang Prasasti Sojomerto:
Prasasti ini mencatat bahwa Raja Rakai Kayuwangi membangun sebuah vihara yang disebut “Vihara Venuvana,” yang dianggap sebagai salah satu biara Buddha. Pendirian biara ini menunjukkan dukungan penguasa terhadap perkembangan agama Buddha pada masa itu.
Raja Rakai Kayuwangi memberikan tanah dan hak kepada seorang pendeta Buddha yang bernama Sanghavarman. Prasasti mencatat pemberian tanah di desa Sojomerto untuk mendukung kehidupan biarawan dan aktivitas keagamaan.
Prasasti menyebutkan bahwa Raja Rakai Kayuwangi memberikan perlindungan kepada para penganut Buddha dan menyatakan bahwa hukuman yang berat akan diberikan kepada siapa pun yang berani melanggar hak-hak mereka.
Prasasti Sojomerto memberikan contoh bahasa Sansekerta yang digunakan pada masa Mataram Kuno, dan ini menjadi bagian penting dari penelitian terkait sejarah bahasa dan budaya di Indonesia pada periode tersebut.
Penemuan arca-arca dan prasasti-prasasti yang terkait dengan Kerajaan Mataram Kuno memberikan wawasan tentang aspek keagamaan, sosial, dan politik pada masa itu. Beberapa prasasti terkenal, seperti prasasti Canggal, memberikan informasi tentang sejarah dan kebijakan pemerintahan.
Arsitektur dan Seni Relief
Peninggalan arsitektur dan seni relief di candi-candi Mataram Kuno mencerminkan kemahiran dan keindahan seni rupa pada masa itu. Relief-relief di Borobudur, Prambanan, dan candi-candi lainnya menceritakan kisah-kisah Buddhis dan Hindu, serta kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut.
Sistem Irigasi dan Pertanian
Kerajaan Mataram Kuno memiliki sistem irigasi yang maju, terutama di daerah dataran tinggi seperti Dieng. Sistem ini mendukung pertanian dan kemakmuran ekonomi kerajaan.
Mataram Kuno dikenal memiliki sistem irigasi yang canggih untuk mengairi lahan pertanian. Mereka membangun kanal-kanal dan saluran air yang dirancang dengan baik untuk mengalirkan air dari sungai atau sumber air ke lahan pertanian.
Sistem sawah tanggul menjadi ciri khas pertanian Mataram Kuno. Sawah-sawah yang dibatasi oleh tanggul-tanggul tertentu menciptakan sistem pengelolaan air yang efisien. Tanggul-tanggul ini juga berfungsi sebagai pembatas lahan dan pengaturan aliran air.
Mataram Kuno telah mengadopsi teknik penanaman basah, yaitu budidaya padi dengan menggenangi sawah. Sistem ini memanfaatkan air secara optimal dan menciptakan kondisi ideal bagi pertumbuhan padi.
Pada masa itu, masyarakat Mataram Kuno memiliki pengetahuan dalam mengembangkan varietas tanaman yang cocok dengan kondisi iklim dan tanah setempat. Ini termasuk pemilihan varietas padi yang tahan terhadap penyakit dan dapat memberikan hasil yang baik.
Selain pertanian padi, Mataram Kuno juga terlibat dalam perkebunan. Mereka mengembangkan berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan, rempah-rempah, dan tanaman bernilai ekonomi lainnya.(*)
Sumber : nusantarainstitute.com