Roro Mendut,Cinta dan Tragedi

Etnik1010 Views

foto: wikipedia

finews, – Dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi, kadipaten Pati yang dipimpin Adipati Pragola memberontak kepada Sultan Agung dari Kerajaan Mataram.
Pemberontakan itu dihancurkan oleh pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung bersama Tumenggung Wiraguna.
Adipati Pragola tewas, dan seluruh harta, termasuk istri-istrinya menjadi rampasan perang.

Salah satu rampasan perang itu adalah Rara Mendut, selir kesayangan Adipati Pragola. Rara Mendut diserahkan kepada Tumenggung Wiraguna.
Namun Rara Mendut menolak untuk menjadi selir Tumenggung Wiraguna.

Sakit hati dengan penolakan Rara Mendut, dengan dalih menegakkan harga diri Mataram yang telah berhasil menumpas pemberontakan Pati, Tumenggung Wiraguna mengharuskan Rara Mendut membayar pajak yang tinggi.

Tak memiliki harta karena seluruh kekayaan Pati telah dirampas Mataram, Rara Mendut tidak kehabisan akal.
Berbekal kecantikan dan kemolekannya, Rara Mendut mencari uang dengan menjual rokok yang dia rekatkan dengan ludahnya dan telah dia hisap.

Kaum laki-laki yang tergila-gila dengan perempuan itu pun rela membeli mahal rokok bekas lidah dan hisapan Rara Mendut, (dari berbagai sumber)

Menurut Wikipedia, Rara Mendut (dibaca “Roro Mendut” dalam bahasa jawa) adalah cerita rakyat klasik yang merupakan salah satu cerita dalam Babad Tanah Jawi (teks jawa kuno). Kisah ini menceriterakan perjalanan hidup dan tragedi cinta seorang perempuan cantik dari pesisir pantai kadipaten Pati (sekarang kabupaten Pati) yang hidup pada zaman Sultan Agung.

Latar Belakang

Dikisahkan kecantikan Rara Mendut memukau semua orang, mulai Adipati Pragola penguasa kadipaten Pati hingga/ termasuk Tumenggung Wiraguna (“Wiroguno”, dalam bahasa jawa), panglima perang Sultan Agung dari kerajaan Mataram yang sangat berkuasa saat itu.

Namun, Rara Mendut bukanlah wanita yang lemah. Dia berani menolak keinginan Tumenggung Wiraguna yang ingin memilikinya. Bahkan dia berani terang-terangan menunjukkan kecintaannya kepada pemuda lain pilihannya, Pranacitra (“Pronocitro”, dalam bahasa jawa).

Tumenggung Wiraguna yang murka dan iri kemudian mengharuskan Rara Mendut untuk membayar pajak kepada kerajaan Mataram. Rara Mendut pun harus berpikir panjang untuk mendapatkan uang guna membayar pajak tersebut.

Sadar akan kecantikannya dan keterpukauan semua orang terutama kaum lelaki kepadanya, akhirnya dia tiba pada sebuah cara untuk menjual rokok yang sudah pernah dihisapnya dengan harga mahal kepada siapa saja yang mau membelinya.

Dikisahkan bahwa Rara Mendut dan kekasihnya Pranacitra akhirnya mati bersama demi cinta mereka.

Sebagai Sejarah

Erotisme Roro Mendut ketika berjualan rokok linting-nya, dengan lem dari jilatan lidah-nya, menggambarkan telah dikenalnya potensi “perempuan dalam pemasaran”, bahkan pada zaman kerajaan jawa abad ke-17. Disamping itu, penolakan Rara Mendut diperistri oleh Tumenggung Wiraguna yang notabene adalah seseorang yang kaya dan berkuasa, memperlihatkan adanya “sifat kemandirian perempuan nusantara” yang telah ada, walaupun tidak umum, pada saat babad tersebut ditulis.

Satu hal yang perlu mendapat perhatian dari kisah Roro Mendut adalah bahwa tidak semua hal dapat diperoleh dengan mengandalkan kekuasaan.

Dalam Literatur

Kisah Rara Mendut ditulis ke dalam sebuah karya sastra klasik oleh Y.B. Mangunwijaya (atau “Romo Mangun”), tokoh sastra terkenal asal Ambarawa, Jawa Tengah, Indonesia, ke dalam sebuah novel trilogi yang pertama kali diterbitkan tahun 1982 hingga tahun 1987 dalam harian Kompas dalam format cerita bersambung. Trilogi ini masing-masing berjudul “Rara Mendut”, “Genduk Duku”, dan “Lusi Lindri”.

Pada tahun 2008, trilogi tersebut kembali diterbitkan ke dalam gabungan sebuah buku novel berjudul “Rara Mendut: Sebuah Trilogi” oleh Gramedia Pustaka Utama.

Dalam Film

Setelah kepopuleran cerita bersambung Rara Mendut karya Y.B. Mangunwijaya tersebut, pada tahun 1983 kisah roman Rara Mendut diadaptasi menjadi sebuah film berjudul Roro Mendut yang disutradarai oleh Ami Prijono, dibintangi antara lain oleh Meriam Bellina, Mathias Muchus, dan W.D. Mochtar – aktor-aktor yang populer di Indonesia saat itu.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *