foto : situs astana gedong
finews,Tulungagung – Astana Gedong,merupakan komplek pemakaman di desa Sukodono kecamatan Karangrejo – Tulungagung di Jawa Timur.
Dikenal sebagai pemakaman kuno,hingga kini banyak didatangi peziarah dari berbagai kota
Komplek makam ini diyakini sudah ada sejak era kerajaan Hindu dan Budha, hingga kerajaan Islam.
Suryatravel.com merilis,arkeolog dan sejarawan Universitas Negeri Malang (UM), M Dwi Cahyono memaparkan, desa Sukodono dulunya bernama Gondang Lor.Sedangkan Asta Gedong yang ada di dalamnya merupakan situs lintas masa.Astana Gedong diyakini dulunya adalah tempat yang disucikan.
Saat ada perubahan zaman, Astana Gedong tetap dipertahankan, namun fungsinya diubah jadi makam keluarga istana,” terang sang arkeolog.
Peradaban lintas masa bisa dilihat dari aneka temuan benda purbakala di pemakaman ini.Salah satunya adalah patung Budha Aksobya, yang sudah disimpan di Museum Wajakensis milik Pemkab Tulungagung.
Saat awal peradaban Islam, ditemukan bukti makam dengan angka tahun 1548.
Temuan angka 1548 di salah satu nisan makam menunjukkan, komplek makam ini sudah sangat tua.
Bahkan Dwi mengatakan, Astana Gedong adalah komplek makam Islam tertua di Tulungagung.
Astana Gedong mempunyai tiga halaman, yaitu halaman ke-1, halaman ke-2 dan halaman utama.
Masing-masing halaman menunjukkan kedudukan tokoh yang dimakamkan saat itu.
Dwi juga menunjukkan sejumlah bagian yang diduga dumpal dengan jumlah yang tak lengkap.
“Ini memperjelas dugaan, Astana Gedong sudah ada sejak era kerajaan Hindu dan Budha. Kemudian dipertahankan hingga saat ini,” tegas Dwi.
Astana Gedong berada di wilayah pertemuan tiga sungai besar, yaitu Brantas, Ngrowo dan Sungai Picisan.Kondisi ini menegaskan, wilayah Astono Gedong lampau adalah tempat strategis.
Sebab sungai di era lampau adalah jalur transportasi.
“Karena posisinya yang strategis, kawasan ini mempunyai kebudayaan yang maju di masanya,” papar Dwi.
Keberadaan Astono Gedong diduga tidak lepas dari wilayah Karangrejo saat ini, yang dulu dikenal dengan nama Kucen.
Wilayah ini dulunya menjadi pusat pemerintahan di masanya, dan membawahi wilayah yang sekarang kecamatan Ngantru dan Sendang.
Nama Astono Gedong berasal dari bahasa jawa yaitu Sentono dan Gedong, Sentono mempunyai arti tempat sedangkan Gedong mempunyai arti Rumah. Astono gedong sering disebut dengan Kesatrian yaitu tempat dimana telah dimakamkan para kesatria.jadi kesimpulannya arti nama Astono Gedong secara meluas adalah tempat tinggal yang dihuni oleh para Kesatria.
Pada tahun 1941,Kamarul seorang abdi dalem dari kraton Mangkunegaran dengan dikawal oleh prajurit Belanda berziarah ke tempat ini. Kedatangan Kamarul membuat tokoh masyarakat sekitar menjadi penasaran,dan ingin mencari tahu tentang sejarah sebenarnya dari situs ini.
Menurut penuturan arkeolog diperkirakan kompleks makam Astono Gedong adalah bekas candi Hindu-Budha. Nisan dan jaritnya terbuat dari batu andesit dengan hiasan bercorak Hindu-Islam, situs ini terbagi atas tiga halaman yaitu halaman paling luar disebut Pendopo, sedangkan halaman tengah disebut dengan Kampung dan halaman belakang disebut Dalem. Halaman belakang terdapat makam-makam yang dikeramatkan.
Astono Gedong digunakan pada masa kerajaan Kadiri sebelum kerajaan Singosari, karena terdapat arca Aksobya dari masa kerajaan Kadiri.
Dan situs makam ini merupakan kompleks makam tertua di kabupaten Tulungagung.(Lembaga Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Jawa Timur,1985)
Bukti yang menguatkan situs makam ini berlanjut ke masa kerajaan Majapahit adalah ditemukannya logo Surya Majapahit pada nisan makam dari Raden Lemboeroe atau Raden Ketawengan dan terdapat nisan tipe Demak-Troloyo.
Raden Djoko Lemboeroe yang dikenal dengan Raden Ketawengan, Raden Ketawengan adalah putra dari Raja Majapahit yang bernama Bre Kertabumi atau Dyah Kertabumi atau Brawijaya V dari ibu Pangrembe .(maksum)*
*dari berbagai sumber