oleh : oky setiawan
finews – Drainase atau saluran air di sepanjang depan RSUD dr Iskak Tulungagung Jawa Timur perlu mendapat perhatian semua pihak utamanya pemerintah kabupaten.
Diketahui saluran yang berfungsi sebagai aliran air tersebut kondisi saat ini bagai tempat pembuangan sampah pada beberapa tempat .Hal ini tentunya mengganggu aliran air untuk pembuangan dan atau pengendalian banjir,terlebih saat musim penghujan .

Bahkan jika terus dibiarkan tumpukan sampah itu,bisa berakibat muncul kuman,penyakit,wabah dan seterusnya.
Belum jelas siapa yang lebih bertanggungjawab atas sampah -sampah yang ada pada saluran itu.Pedagang,pembeli atau paguyuban pedagang (jika ada).
Saluran air di depan RSUD itu ternyata menyimpan potensi bisnis.
Saluran air itu pada bagian atasnya dicor sehingga permanen.
Pada bagian drainase yang cor itu berjejer puluhan pedagang,hal ini lantaran banyaknya sehubungan dengan adanya RSUD yaitu keluarga pasien ,pembesuk ,layanan jasa transportasi atau antaran semacam ojek/ojol,orang atau karyawan RSUD baik karyawan indereck maupun orang yang miliki hubungan pekerjaan dengan pihak RSUD.
Para pedagang itu beroperasi sehari semalam ,yang dari tahun ke tahun tak pernah berkurang jumlahnya.Artinya keberadaan para pedagang sangat penting bagi warga yang karena adanya RSUD.
Diklaim Milik Perseorangan.
Pada sebuah bangunan ‘Cor” di atas saluran itu diklaim sebagai “bukan milik publik” atau diduga diklaim milik perseorangan.Salah satunya dengan adanya papan bertuliskan “Parkir Milik Toko”.
Pedagang Membayar Sewa
Bukan sekedar itu ,untuk bisa berdagang diatas saluran air yang dicor bagian atasnya seorang harus menyewa . pedagang dengan inisial DK mengungkapkan bahwa mereka harus membayar sewa tempat sebesar 350 ribu hingga 450 ribu kepada seorang wanita berinisial RN untuk dapat berjualan di area tersebut. “Saya berjualan di sini dari pagi sampai sore, dan pada sore hingga malam hari tempat ini dipakai pedagang lain yang juga harus membayar sewa kepada RN,” ujar DK.

Dimana Pemerintah
Menumpuknya sampah yang berakibat pada mampetnya aliran air jelas ironis .Sebab saluran air merupakan kawasan publik dan jelas bukan kawasan private.
Jika itu kawasan umum /publik pastinya ada yang mengurusi.Baik pemerintah (Pemkab atau Pemdes)secara langsung maupun oleh kelompok yang ditunjuk dan atau sepengetahuan pemerintah sebagai pemangku kebijakan.
Selain urusan kebersihan untuk menjamin fungsi drainase sebagai saluran air.Kelompok /sejenisnya atau pemerintah bisa melakukan upaya untuk tetap menjaga fungsi drainase dari segala macam yang akan mengurangi fungsi drainase.
Praktisnya saluran air harus tetap terbuka dan tidak ada penutup.hal ini dimaksudkan untuk mempermudah cara membersihkan jika terjadi sumbatan .Kini di atas saluran air itu menyisakan beberapa yang masih terbuka ,selebihnya telah tertutup dengan cor permanen.
Jelas Melanggar
Secara regulasi, tindakan mendirikan bangunan di atas saluran air untuk kepentingan ekonomi jelas melanggar aturan. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi secara tegas melarang hal tersebut. Pendirian bangunan baik berupa pemasangan pipa, pembuatan jembatan, atau bangunan lainnya tidak boleh mengurangi fungsi jaringan irigasi. Selain itu, setiap pemanfaatan ruang sempadan jaringan irigasi harus memiliki izin dari menteri, gubernur, bupati, atau wali kota, serta rekomendasi teknis dari dinas terkait.
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 menyatakan bahwa setiap orang yang sengaja melakukan kegiatan yang mengganggu fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan dapat dikenakan pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak 1,5 miliar.
Kasus ini memerlukan perhatian serius dari pemerintah daerah dan dinas terkait untuk segera menertibkan para PKL yang berjualan di atas drainase serta memastikan aliran air tidak terganggu untuk menghindari potensi bencana banjir dan penyakit.(penulis adalah wartawan finews,tinggal di tulungagung)