foto : ilustrasi
oleh : oky (wartawan finews)
finews,-BBM (Bahan Bakar Minyak ) merupakan komponen penting dalam kehidupan modern. Tanpa BBM pergerakan manusia, barang, dan jasa tidak akan secepat sekarang. Namun, di Indonesia BBM yang bersubsidi kerap diwarnai masalah yang kompleks. Pertalite sebagai BBM bersubsidi, yang seharusnya menjadi solusi, malah kerap dijadikan celah bagi beberapa atau sebagian orang untuk mengambil keuntungan pribadi.
Fenomena Pelangsir: Kecurangan Kecil, Akibat Besar
Salah satu masalah adalah keberadaan pelangsir, yaitu pihak-pihak yang membeli Pertalite dalam jumlah besar dari SPBU untuk dijual kembali di tingkat pengecer. Oleh pengecer Pertalite ini bisa dijual dengan harga setara Pertamax, baik melalui dispenser modern maupun botol tradisional. Bahkan, ada dugaan BBM ini dioplos untuk menyamarkan tekstur dan warna.
Akibatnya, konsumen yang membeli di tingkat pengecer tidak mendapatkan barang sesuai harga yang dibayarkan. Konsumen membayar setara Pertamax, tetapi mendapatkan Pertalite, yang kualitasnya jauh di bawah standar Pertamax.
Siapa Yang Diuntungkan?
Dalam situasi ini, pihak yang paling diuntungkan adalah pengecer dan beberapa karyawan di SPBU. Pengecer membeli Pertalite dengan harga subsidi, lalu menjualnya sebagai Pertamax, meraup keuntungan besar. Di sisi lain beberapa karyawan SPBU, mulai dari petugas dispenser hingga manajer, ikut menikmati keuntungan dari praktik ini. Sistem barcode dan pengawasan lainnya sering kali tidak efektif karena pelangsir mengakalinya dengan berbagai cara, seperti menggunakan pelat nomor palsu dan berpindah-pindah SPBU.
Protes Konsumen Yang Terabaikan
Konsumen, terutama di pedesaan yang bergantung pada BBM eceran hanya bisa mencurigai adanya kecurangan. Sayangnya, protes mereka sering kali hanya sebatas gumaman tanpa tindak lanjut. Pengecer pun dengan mudah berkilah bahwa mereka mendapatkan BBM langsung dari SPBU dengan kondisi seperti itu.
Langkah Perbaikan Yang Harus Dilakukan
Masalah ini membutuhkan langkah tegas dari berbagai pihak:
SPBU dan BPH Migas: SPBU harus menjadi gerbang terakhir yang bersih dari praktik curang. BPH Migas perlu menindak tegas SPBU yang terbukti bekerja sama dengan pelangsir.
Polisi: Penegakan hukum harus dilakukan jika terjadi pelanggaran,dan memastikan tidak ada anggota polisi yang menjadi backing atau bahkan terlibat langsung dalam bisnis BBM ilegal.
Pengawasan Digital: Sistem barcode dan pengawasan digital perlu diperketat. Penerapan teknologi seperti GPS dan pencocokan data kendaraan dapat membantu meminimalkan kecurangan.
Kesadaran Bersama Untuk Keadilan
BBM bersubsidi seharusnya menjunjung keadilan. Subsidi diberikan untuk meringankan beban masyarakat, bukan menjadi lahan bisnis orang yang rakus. Jika pengawasan diperketat dan penegakan hukum dilaksanakan dengan serius, praktik curang ini bisa diminimalkan. Pada akhirnya, konsumen berhak mendapatkan BBM sesuai dengan yang mereka bayar, tanpa harus dirugikan oleh sistem yang bobrok.
BBM bukan hanya soal harga, tetapi soal keadilan dan tanggung jawab bersama.