Malahayati

Tokoh303 Views

 

finews-Namanya Malahayati (biasa disebut Kualahayati) seorang wanita kuat, tangguh, dan perkasa dari tanah Aceh..

Malahayati adalah wanita yang rela berpeluh darah membela tanah Aceh dari penjajah yang menjarah rempah-rempah. Jauh sebelum adanya kampanye feminis dan segudang teori emansipasinya, Malahayati sudah membuktikan terlebih dahulu bahwa perempuan bisa memiliki peran seperti laki-laki. Tidak hanya sekadar berdiam dan bersolek di dalam rumah, Malahayati bisa membuktikan bahwa seorang perempuan bisa menjadi seorang militer dan ikut berperang. Maka tak heran, jika ia adalah laksamana wanita pertama di dunia yang disegani di negara – negara barat.

Diperkirakan Malahayati lahir pada akhir ke-15 atau awal abad ke-16. Malahayati adalah putri dari Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah putra dari Sulan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530-1539 M. Sultan Salahuddin Syah sendiri adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam. Jika ditilik dari garis keturunannya, Malahayati adalah seorang darah biru keturunan keraton.

Sedari kecil, Malahayati sudah dikenalkan dengan berbagai macam ilmu. Seperti ilmu Al-Quran dan agama yang dipelajari dari Tengku Jamaluddin Lam Kra, seorang ulama sekaligus pemilik pesantren putri di Banda Aceh. Selain itu, Malahayati juga belajar berbagai bahasa asing, seperti Prancis, Spanyol, dan Inggris. Dari sinilah Malahayati terlihat kecerdasannya, kelak ia sering mengurusi urusan diplomasi kerajaan.

Pada saat masih kecil, ayahnya sering mengajak Malahayati ke pelabuhan untuk melihat kapal dagang dan kapal perang milik kerajaan Aceh. Bahkan terkadang, ayahnya juga mengajak melihat latihan pertempuran dari kapal perang Aceh. Bermula dari sini lah kecintaannya pada dunia bahari dan militer tumbuh.

Di tahun 1575 M, Laksamana Mahmud Syah memimpin armada perang bersama armada Banten yang dimpimpin pangeran Arya bin Maulana Hasanuddin di Malaka untuk menangkis serangan Portugis.

Dalam pertempuran dekat pangkalan La Formosa, Laksamana Mahmud Syah gugur di atas kapal komandonya Seulawah Agam.

Akibat kepergian Ayahandanya, Malahayati yang terpukul batinnya bersumpah akan berjuang untuk melawan penjajah.

Di umur 17 tahun, Malahayati menikah dengan Laksamana Muda Ibrahim, bawahan dari mendiang ayahnya. Pada saat melakukan patroli, ada 6 kapal Portugis yang merampas rempah-rempah di perairan pulau Alang Besar.

Saat kapal Portugis akan digeledah, mereka menolak. Terjadilah pertempuran laut. Peluru meriam dari kapal Portugis menghantam kapal Laksamana Muda Ibrahim dan tewas seketika.

Malahayati kembali terpukul hatinya atas gugurnya sang suami. Malahayati akhirnya melanjutkan pertempuran laut dengan menggunakan baju suaminya.

Malahayati yang mengambil alih pertempuran tersebut berhasil menenggelamkan 3 kapal Portugis, 2 kapal ditawan, dan 1 kapal melarikan diri. Keberhasilan tersebut tersiar luas hingga ke Aceh dan Banten.

Di usia 22 tahun Malahayati sudah diangkat menjadi Panglima Armada V Kerajaan Aceh dengan pangkat Laksamana Muda.

Malahayati tidak hanya memimpin pasukan yang beranggotakan laki-laki, namun juga perempuan. Barisan perempuan ini adalah wanita yang ditinggal mati suaminya di perang Teluk Haru.

Armada ini disebut dengan armada Inong Balee dengan Teluk Lamreh Krueng Raya sebagai pangkalannya.

Pada 21 Juni 1599, Aceh didatangi de Houtman bersaudara. Ibrahim Alfian dalam Wajah Aceh dalam Lintasan Sejarah (1999) menyebutkan bahwa dua kapal besar tersebut adalaah de Leeuw dan de Leewin.

Masing-masing dari kedua kapal itu dipimpin oleh Frederick dan Cornelis de Houtman. Tujuan mereka ke tanah Aceh adalah untuk membeli rempah-rempah, yaitu lada aceh yang sudah terkenal di lidah orang Eropa.

Awalnya, hubungan pendatang dari Eropa tersebut dengan Kesultanan Aceh baik-baik saja. Namun, akibat sikap Belanda yang pongah dan adanya provokasi dari bangsa Portugis, situasi memanas. Terjadilah pertempuran di atas laut, Sultan Alauddin memerintah Malahayati untuk menyerbu 2 kapal tadi yang masih ada di Selat Malaka.

Terjadilah duel di kapal Cornelis de Houtman. Malahayati bersenjatakan rencong, sedangkan Cornelis de Houtman menggunakan pedang.

Pertarungan sengit terjadi diantara keduanya. Saat Cornelis de Houtman akan menebaskan pedangnya, Malahayati dengan sigap menikam dada Cornelis de Houtman dengan rencongnya.

Cournelis de Houtman tewas seketika, sedangkan saudaranya Frederick de Houtman ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

Tidak hanya andal dalam bertempur, Malahayati juga pandai berdiplomasi. Hal ini dibuktikan dari keterlibatanya dalam mengurusi masalah internal kerajaan dan bertugas sebagai juru runding.

Setelah peristiwa penikaman Cornelis de Houtman oleh Malahayati, kapal Belanda yang dipimpin van Cardeen datang pada 21 November 1600. Kapal van Cardeen melakukan suatu kesalahan. Sebelum mereka memasuki pelabuhan Aceh, mereka merampas lada milik kapal pedagang Aceh. Akibatnya, ketika ada kapal Belanda lagi yang dipimpin Laksamana Yacob van Neck, Malahayati memerintahkan anak buahnya untuk bersikap tidak ramah kepada rombongan van Neck.

Untuk meminta ganti rugi atas dirampasnya kapal dagang Aceh, Sultan Aceh meminta untuk menawan semua kapal yang berlabuh di pelabuhan Aceh.

Pada 23 Agustus 1601 kapal dagang Belanda di bawah pimpinan Gerard de Roy dan Laurens Bicker tiba di pelabuhan Aceh. Kapal tersebut sengaja datang atas perintah Pangeran Maurits untuk menjalin hubungan persahabatan dengan Aceh. Keduanya mendapat perintah untuk menyampaikan surat dan hadiah kepada Sultan Aceh. Sebelum surat tersebut disampaikan kepada Sultan Aceh, Malahayati dengan Laksamana Laurens Becker serta Komisaris Gerard de Roy melakukan perundingan. Dari perundingan tersebut, membuahkan hasil berupa terwujudnya perdamaian antara Aceh dan Belanda.

Sebagai imbalan dari dibebaskannya Frederick de Houtman dari tahanan, Belanda harus membayar kerugian kepada kapal-kapal Aceh yang dirampas oleh van Cardeen.

Akibat kepandaian diplomasi Malahayati, Belanda memberikan hukuman denda kepada van Cardeen untuk membayar 50 ribu gulden kepada Aceh. Setelah denda dibayarkan, Belanda kembali diperbolehkan berdagang di Aceh.

Malahayati jasanya tidak bisa dilupakan begitu saja. Usahanya menumpas kapal-kapal penjajah serta membuat armada Aceh yang kuat hingga disegani negara lain perlu dihargai. Dirinya membuktikan bahwa perempuan bisa memiliki peran layaknya lelaki, seperti bertempur, hak untuk mendapat pendidikan, dan berdiplomasi.

Pada 6 November 2017 Presiden Joko Widodo memberikan penghargaan kepada Laksamana Malahayati sebagai Pahlawan Nasional.

Malahayati memanglah seorang panglima tempur yang tegas dan tangguh.

Laksamana Malahayati, Singa Betina dari Aceh. Salah satu pahlawan yang sangat besar jasanya dalam menumpas penjajah. Pahlawan wanita yang mampu menunjukkan bahwa emansipasi sudah ada di zaman dahulu. Atas jasanya.(*)

sumber :
Pewara, A., 1991. Hikayat Malahayati Singa Betina dari Aceh. Surabaya: Karya Anda. Acehprov.go.id. 2021. Laksamana Keumalahayati. [online] [Diakses 5 April 2021].
Alfian, I., 2005. Wajah Aceh dalam lintasan sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Raditya, I., 2020. Cornelis de Houtman Tewas dalam Tikaman Rencong Malahayati – Tirto.ID.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *