foto : damar wulan dengan kencanawungu
finews, – Damar Wulan adalah salah satu tokoh legendaris dalam cerita rakyat Jawa yang kisahnya penuh dengan petualangan, cinta, dan keberanian.
Sebagai seorang pemuda yang awalnya hidup sederhana, Damar Wulan kemudian menjadi seorang pahlawan demi melindungi kehormatan Majapahit, lantaran ia mengalahkan musuh besar kerajaan, yaitu Menak Jingga.
Kisah Damar Wulan mengandung elemen-elemen kepahlawanan klasik, seperti perjuangan melawan ketidakadilan, pertempuran epik, dan cinta yang tak terbalas, menjadikannya salah satu legenda yang melekat kuat dalam budaya Jawa.
Latar Belakang
Damar Wulan pemuda desa cerdas dan ahli beladiri berasal dari keluarga bangsawan kecil. Setelah dewasa, Damar Wulan diutus untuk bekerja di istana di bawah patih Logender, yang ternyata adalah pamannya. Di istana, ia bekerja sebagai penjaga kuda.
Di istana, Damar Wulan jatuh cinta pada Anjasmara, putri patih Logender. Namun, cinta mereka dirahasiakan karena perbedaan status, dan Damar Wulan tidak dianggap layak oleh keluarga Anjasmara. Meskipun demikian, Anjasmara sangat mencintainya dan selalu mendukungnya dalam berbagai situasi.
Konflik Dengan Menak Jingga
Saat itu, Kerajaan Majapahit diperintah oleh ratu Kencana Wungu, seorang ratu yang bijaksana namun menghadapi ancaman besar dari seorang penguasa di Blambangan bernama Menak Jingga.
Menak Jingga memberontak dan berusaha merebut kekuasaan Majapahit serta menuntut agar ratu Kencana Wungu menjadi istrinya.
Menolak tunduk kepada Menak Jingga, ratu Kencana Wungu mengadakan sayembara siapa pun yang dapat mengalahkan Menak Jingga akan diangkat menjadi pahlawan kerajaan dan mendapatkan kehormatan besar.
Damar Wulan, yang pada saat itu masih bekerja sebagai penjaga kuda, akhirnya dipilih untuk menjalankan misi berbahaya tersebut. Dengan keberanian yang luar biasa dan didorong oleh cinta kepada tanah airnya, ia berangkat menuju Blambangan untuk melawan Menak Jingga.
Kemenangan Damar Wulan
Damar Wulan berhasil menyusup ke dalam istana Menak Jingga dan mengetahui kelemahan musuhnya. Dengan bantuan dua selir Menak Jingga yang simpati pada perjuangan Damar Wulan, ia memperoleh senjata pusaka Gada Wesi Kuning, yang menjadi kunci dalam pertempuran melawan Menak Jingga.
Pertempuran antara Damar Wulan dan Menak Jingga menjadi momen yang paling terkenal dalam kisah ini. Meskipun Menak Jingga adalah sosok yang sangat kuat dan ditakuti, Damar Wulan dengan kecerdikan dan keberanian luar biasa berhasil mengalahkannya. Setelah Menak Jingga terbunuh, Damar Wulan kembali ke Majapahit membawa kepala musuh sebagai bukti kemenangannya.
Kemenangan dan Pengkhianatan
Tiba di Majapahit, Damar Wulan sempat dihadapkan pada pengkhianatan dari patih Logender, yang berusaha merebut kejayaan Damar Wulan dengan mengaku sebagai pembunuh Menak Jingga. Namun, kebenaran akhirnya terungkap, dan Damar Wulan diakui sebagai pahlawan sejati. Sebagai hadiah atas jasanya, ratu Kencana Wungu memberikan kehormatan besar kepadanya, termasuk menawarkan posisi penting di kerajaan.
Akhir Kisah
Kisah Damar Wulan tidak hanya berkisar pada keberanian dan pertempurannya, tetapi juga mencakup tema cinta dan pengorbanan.
Hubungannya dengan Anjasmara menjadi bagian dari drama yang mengharukan, di mana meskipun Damar Wulan berhasil mengangkat dirinya ke posisi terhormat, cintanya kepada Anjasmara tetap menjadi salah satu motivasi terbesar dalam hidupnya.
Warisan dan Pengaruh Budaya
Damar Wulan telah menjadi simbol kepahlawanan, khususnya di Jawa. Kisahnya sering dipentaskan dalam bentuk wayang kulit, ketoprak, dan wayang orang, dan telah diadaptasi ke dalam berbagai bentuk seni tradisional dan modern.
Tokoh Damar Wulan menggambarkan bagaimana keberanian, kecerdasan, dan ketulusan hati dapat mengalahkan kekuatan yang jauh lebih besar, serta menunjukkan bahwa bahkan dari latar belakang yang sederhana, seseorang dapat menjadi pahlawan besar.
Kisah Damar Wulan tidak hanya menginspirasi generasi di masa lalu, tetapi juga terus hidup dalam ingatan rakyat hingga saat ini sebagai simbol perjuangan melawan kejahatan dan pengkhianatan demi keadilan.
Cerita Alternatif
Dalam kesenian wayang Banyuwangi dan Janger, penggambaran Menak Jinggo berlawanan dengan penggambaran dalam Serat Damarwulan. Menak Jinggo digambarkan berwajah rupawan, disukai banyak wanita, arif bijaksana, dan pengayom rakyatnya. Menak Jinggo memberontak karena Kencana Wungu tidak memenuhi janji menjadikannya suami, setelah Menak Jinggo mampu menaklukkan Kebo Marcuet sang pengacau yang mengamuk di Majapahit.
Meskipun akhirnya ia dikalahkan Damar Wulan, Menak Jinggo tetaplah dianggap terhormat.
Sanusi Pane, salah seorang sastrawan Pujangga Baru pernah menulis naskah drama Damar Wulan, yang diberinya judul Sandyakala Ning Majapahit. Meskipun demikian, akhir ceritanya sama sekali berbeda dengan Serat Damarwulan yang dijadikan dasar pembuatannya. Dalam versi Sanusi Pane, nasib Damar Wulan berakhir menyedihkan. Damar Wulan dituduh berkhianat dan tidak dinikahkan dengan sang raja putri. Ia pun akhirnya dihukum mati, dan setelahnya Majapahit ditumbangkan oleh pasukan dari Kerajaan Demak Bintara.
Sebenarnya tidak mengapa jika Menak Jinggo digambarkan dengan karakter negatif karena memang legenda/dongeng nya dia seperti itu adanya. Namun jika ingin dikaitkan dengan sejarah kerajaan Blambangan, perlu lebih berhati-hati, karena tidak ada nama Menak Jinggo dalam silsilah raja-raja Blambangan yang sesuai dengan zaman dalam legenda tersebut
Serat Damar Wulan
Serat Damar Wulan (MSS.Jav.89) adalah salah satu manuskrip Indonesia terindah di British Library, dengan perbendaharaan ilustrasi yang menggambarkan masyarakat Jawa pada akhir abad ke-18. Gambar-gambarnya kaya akan humor dan sang seniman memiliki mata yang luar biasa untuk ekspresi wajah dan postur tubuh (misalnya, seorang wanita tidur dengan tangan di depan matanya, sandal yang hanya diseimbangkan di kaki). Hal-hal sehari-hari digambarkan dengan detail yang menarik, dari sangkar burung hingga pot taman dan tekstil, dengan adegan musik dan tarian yang indah yang sangat menarik bagi para pemain saat ini. Sebuah catatan bahasa Inggris kontemporer yang menyertai sumbangan naskah pada tahun 1815 menyatakan: “Buku ini dikatakan berumur 2 ratus tahun,” tetapi menurut Dr. Russell Jones, tanda air dari halaman kertas Belanda yang banyak dijemur dan kotor, “J HONIG” dan “J H&Z,” sejauh ini hanya ditemukan dalam manuskrip-manuskrip Indonesia bertanggal sekitar 1800 hingga 1855, sehingga penanggalan akhir abad ke-18 mungkin paling mungkin untuk manuskrip ini. Para cendekiawan awal teks-teks Jawa terkenal mengabaikan aspek artistik naskah, tetapi Serat Damar Wulan terbukti tak tertahankan. Naskah dimulai dengan naiknya putri Brawijaya (Kusuma Kancana Wungu) ke tahta Majapahit. Tanggal Jumahat-Manis, 9 Rabingulawal, tidak diberi tahun.
Naskah Damar Wulan diilustrasikan secara lengkap, dengan 153 ilustrasi berwarna, menampilkan kehidupan keraton, arak-arakan, peperangan dan kehidupan sehari-hari orang Jawa. Beberapa gambar adalah en profile dengan cara wayang kulit, tetapi ada juga banyak detail yang realistis. Naskah tersebut dikumpulkan di Cirebon pada tahun 1815 oleh Lt.-Col. Raban, mantan Residen Cirebon, tetapi sebuah prasasti berbahasa Inggris di akhir naskah melaporkan bahwa usianya sudah 200 tahun ketika dikumpulkan.
Serat Damar Wulan sudah terkenal di kalangan ulama. Ilustrasinya menjadi subyek sebuah artikel di BKI yang diterbitkan pada tahun 1953 dan sejumlah gambarnya, termasuk ilustrasi indah dari pertunjukan topeng di atas, diterbitkan pada tahun 1991 di Annabel Teh Gallop dan Bernard Arps, Golden Letters, dan kemudian direproduksi secara luas.
Galeri dan Transkripsi
Pemindaian manuskrip asli oleh British Library telah dilakukan pada tingkat resolusi yang sangat tinggi (90 MB per halaman) yang memungkinkan kapasitas luar biasa untuk memperbesar (zoom in).
Galeri dari buku Serat Damar Wulan dengan lebih dari 66 gambar saat ini tersedia di Wikisource bahasa Jawa: s:jv:Serat Damar Wulan. Sedangkan transkripsinya masih dilangsungkan di s:jv:Indhèks:Serat Damar Wulan.pdf.(oleh: winarto – penanggungjawab redaksi finews dari berbagai sumber)