PKB “Melawan” PBNU Mendapat Petunjuk NYA

Uncategorized233 Views

foto : ilustrasi

        oleh: abd. Kholiq (ketua        (yayasan bani adam-jombang)

finews,-Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sedang melawan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) atau sebaliknya PBNU yang mendistorsi PKB. Dalam perspektif historis, sulit dimengerti karena dua entitas ini secara kultural saling terkait dan satu gerakan misi, yakni; Mabadi’ Khoiro Ummah (Amanah, Keadilan, Kerjasama, Memenuhi Janji dan Istiqamah). Atau, keduanya sebagai pengarah civil society/ bangsa agar lebih sejahtera, sekalipun peran dan posisi yang berbeda.

Namun, tak bisa disangkal bahwa PKB adalah produk PBNU di awal reformasi, 23 Juli 1998. Adalah KH Munasir Ali, KH Ilyas Ruchiyat, KH Abdurrahman Wahid, KH Mustofa Bisri dan KH A. Muhith Muzadi yang kemudian disebut sebagai TIM LIMA. Misi utamanya antara lain; merespon dan mengendalikan perpolitikan nasional yang condong bebas nilai. PKB, dengan begitu sebagai pengemban amanah politik etik yang bersumber dari para kiai khittah PBNU. Untuk pertama kali Matori Abdul Djalil didapuk sebagai Ketua Umum (1998-2001) dan sukses mengantarkan Gus Dur sebagai presiden. Disusul oleh Alwi Shihab (2001-2005) dan giliran berikutnya adalah Muhaimin Iskandar (2005-sekarang).

Di masa Muhaimin inilah partai besutan PBNU itu mulai gaduh, khususnya setelah mendepak Gus Dur dari kursi Dewan Syuro DPP PKB, hingga saat ini. Bahkan puncaknya, PKB dengan “tajam melawan” PBNU – antara Sekjend PBNU Syaifullah Yusuf (Gus Ipul—GI) vs Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin—CI ). Seolah pertanda bakal berakhirnya karir politik CI di PKB – meski di saat yang sama – elektoral PKB Pemilu 2024 ini patut diapresiasi.

Bagi nahdliyin awam (seperti penulis) melihat dinamika internal NU, itu hal lumrah. Karena pernah terjadi antara kubu Cipete – politisi vs kubu Khittah (Situbondo) menjelang muktamar NU ke-27, yang ber-ending keduanya ishlah dalam satu majelis tahlil, 10 September 1984, di kediaman KH Hasyim Latif, ketua PWNU Jawa Timur. Bagaimana dengan dinamika internal tokoh-tokoh NU kali ini?

Meski sulit menangkap dan mempersamakan finishing-nya dengan case Cipete vs Situbondo – apakah ishlah atau zero sum game – lantaran beda kondisi. Setidaknya, maaf, jika PBNU dapat direpresentasikan GI dan PKB adalah CI, maka dengan mudah bisa dimengerti. Bahwa GI berperan mengajak PKB kembali ke habitat – yang lahir dari rahim NU. Konsekuensinya otoritas kiai (Dewan Syuro) sebagai sumber nilai politik harus dijalankan PKB. Warning GI ini cukup fundamental karena sejak Muktamar PKB di Bali, 2019, sumber nilai politik itu direduksi – di semua tingkatan DPP hingga Ranting. Perjalanan politik PKB bisa dibilang liberal tanpa kendali keadaban.Inilah yang menjadi perhatian, sikap dan lebih inherent bagi GI ketimbang mendalilkan “kisruh” PKB-PBNU gegara lahirnya Pansus Haji 2024 DPR RI.

Sayang, ajakan baik GI ini tidak gayung bersambut. CI bahkan terkesan “melawan” dengan powerfull ekspresif; PKB tanpa PBNU tetap solid dan berkembang. CI yang bertipology “Politisi Cerdik” makin tidak terkendali dan maaf, sedikit “arogan”. Di kurun waktu kepemimpinannya, ia juga “merebut” GEDUNG ASTRANAWA Surabaya – kebanggaan warga nahdliyin ( yang diresmikan Gus Dur) – bukan milik PKB – berkah kongkalikong dengan kekuasaan, saat itu. Meski demikian CI terbilang politisi sukses di blantika perpolitikan nasional. Mungkin, di ujung karir politiknya, setelah peradilan PBNU, dia tetap tercatat dalam sejarah gemilang elektoral PKB di Senayan.

Perilaku politik semacam ini dapat dipandang telah keluar dari “Orbit NU” atau “Politik Kiai” – bukan “Kiai Politik”. Sejatinya, itulah yang terjadi. PKB, lebih jelasnya CI sedang melawan nilai “Politik Etik” yang diamanatkan oleh PBNU dan digelorakan GI. Pendeknya, tinggal dua opsi bagi PBNU. Pertama, membiarkan PKB terus berpolitik yang cenderung liberal. Atau, kedua, segera mengobati PKB dari sumber penyakit akut yang sulit diprediksi – kapan bakal sembuh. Semoga PBNU segera mendapat petunjuk NYA. Wa Allahu ‘Alam bi al-Shawaf.(penulis adalah pegiat sosial,tinggal di Jombang  Jawa Timur)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *