Judi Online Gerogoti Bangsa, Saatnya Pancasila Berbicara

Opini/Artikel129 Views

foto: judionline (ilustrasi)

 

finews, – Fenomena judi online kini telah menjelma menjadi masalah nasional yang meresahkan dan merugikan banyak lapisan masyarakat. Kemudahan akses terhadap platform judi digital, terutama melalui media sosial dan situs ilegal, membuat praktik ini menyusup hingga ke ruang-ruang privat, bahkan ke kalangan yang sebelumnya tidak tersentuh praktik perjudian.

Tak sedikit pelajar, mahasiswa, hingga ibu rumah tangga yang menjadi korban candu judi online karena tergiur iming-iming keuntungan cepat. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa kerugian finansial hanyalah sebagian kecil dari dampaknya.

Banyak keluarga yang retak karena anggota keluarganya terlilit hutang akibat berjudi, kasus kejahatan meningkat akibat dorongan ekonomi dari kecanduan, dan tekanan mental muncul karena kerugian dan rasa bersalah yang tak tertanggulangi.

Sayangnya, praktik ini berkembang lebih cepat daripada langkah penegak hukum. Ribuan situs diblokir setiap bulan. Namun, dengan celah teknologi yang ada, situs-situs tersebut dapat bermunculan kembali dalam hitungan hari.

Situasi ini menunjukkan bahwa judol bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, melainkan telah menjadi bentuk penyimpangan sosial yang merusak tatanan moral, budaya, dan masa depan generasi bangsa.

Jika tidak ditangani dengan pendekatan yang menyentuh akar masalah, maka bangsa ini akan kehilangan bukan hanya sumber daya manusia. Namun, juga jati diri moral yang telah dibangun sejak lama.

Keterkaitan dengan Nilai-Nilai Pancasila

Dalam menghadapi persoalan ini, Pancasila tidak bisa hanya menjadi simbol ideologis. Ia harus berfungsi sebagai kerangka moral dan arah berpikir dalam merumuskan solusi. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengingatkan bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dan ajaran agama yang menolak praktik perjudian dalam bentuk apa pun.

Oleh karena itu, membiarkan judol tumbuh sama saja dengan membiarkan nilai Ketuhanan itu dilanggar secara terang-terangan.

Sementara itu, sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, menegaskan pentingnya memperlakukan manusia sebagai makhluk bermartabat. Judi online merendahkan martabat manusia karena menjadikan mereka objek eksploitasi oleh sistem yang secara sadar dirancang untuk menciptakan ketagihan dan kerugian.

Praktik ini bukan sekadar permainan, melainkan bentuk kekerasan ekonomi terselubung yang merusak harkat manusia.

Di sisi lain, sila ketiga, Persatuan Indonesia, justru terancam karena judi menciptakan keretakan dalam kehidupan sosial, memicu konflik keluarga, dan mendorong keterasingan sosial.

Sila keempat dan kelima, yang berbicara tentang kerakyatan dan keadilan sosial, menuntut hadirnya kebijakan negara yang bijak, adil, dan berpihak pada keselamatan rakyat. Bukan membiarkan mereka menjadi korban dari ketidaksiapan regulasi dalam menghadapi transformasi digital.

Dengan kata lain, Pancasila harus menjadi pondasi utama dalam menata ulang pendekatan negara terhadap bahaya judol, bukan hanya dari sisi hukum, tetapi juga moral, sosial, dan edukatif.

Usulan Kebijakan Publik

Menghadapi persoalan yang kompleks ini, diperlukan kebijakan publik yang tidak sekadar bersifat reaktif, tetapi juga solutif dan menyentuh akar masalah. Salah satu langkah awal yang perlu ditempuh adalah membangun sistem pendidikan yang menanamkan kesadaran tentang bahaya judi online sejak dini.

Pemerintah perlu merancang kurikulum pendidikan digital yang tidak hanya fokus pada keterampilan teknologi, tetapi juga pada etika berinternet dan penguatan karakter berbasis nilai-nilai Pancasila.

Selain itu, dibutuhkan sistem pengawasan digital yang lebih canggih. Bekerja sama dengan penyedia platform dan perusahaan teknologi untuk menciptakan algoritma yang mampu mendeteksi dan memblokir konten bermuatan perjudian secara otomatis.

Penindakan terhadap promotor judi online, termasuk selebritas atau influencer yang mempromosikan situs judi, harus ditegakkan secara transparan dan tegas.

Namun disisi lain, negara juga harus menyediakan layanan rehabilitasi bagi para korban judi, baik dalam bentuk pendampingan psikologis maupun bantuan ekonomi yang mendorong mereka untuk bangkit dan mandiri.

Regulasi yang ada pun perlu diperbarui agar mampu mengikuti perkembangan teknologi digital. Pemutakhiran undang-undang terkait informasi elektronik, perlindungan konsumen digital, dan penanganan kejahatan siber harus menjadi prioritas. Dengan demikian, negara benar-benar hadir dalam melindungi warganya di ruang siber, bukan hanya di dunia fisik.

Dampak dan Harapan

Jika kebijakan ini diterapkan secara konsisten dan menyeluruh, maka kita dapat berharap terjadi penurunan signifikan dalam jumlah pengguna judi online, khususnya dari kalangan usia muda yang saat ini paling rentan.

Literasi digital yang baik akan mendorong masyarakat untuk lebih kritis dalam menyaring informasi, lebih sadar risiko, dan lebih kuat secara moral dalam menghadapi godaan ekonomi instan.

Lebih dari itu, ketika negara benar-benar berpijak pada nilai-nilai Pancasila dalam menyusun kebijakan, masyarakat akan merasakan kehadiran negara sebagai pelindung, bukan sekadar sebagai penegak hukum.

Ini juga akan membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi negara yang selama ini dianggap lambat merespons perubahan di era digital.

Harapannya, Indonesia tidak hanya berhasil menekan angka perjudian online, tetapi juga menciptakan masyarakat yang tangguh secara moral dan bijak secara digital. Karena bangsa yang besar bukanlah bangsa yang bebas dari tantangan. Namun, bangsa yang mampu merespons tantangan dengan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa.

Dalam hal ini, Pancasila bukan hanya bisa berbicara, tetapi juga harus didengar, dihayati, dan dijalankan.

(goodnewsforumindonesia – oleh: gede yuan lorenz candradina, mahasiswa S1 pendidikan matematika, universitas pendidikan ganesha)