foto: cuplikan iklan aqua/youtube aqua/rmol
finews, Jakarta – Anggota Komisi XII DPR RI, Ateng Sutisna, menyoroti inspeksi mendadak yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) ke pabrik Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Aqua di Kabupaten Subang.
Dalam video yang beredar, ditemukan bahwa sumber air yang digunakan perusahaan tersebut berasal dari sumur bor dalam, bukan dari mata air pegunungan sebagaimana yang diiklankan selama ini.
“Izin penggunaan air tanah atau SIPA bukan izin yang berlaku selamanya. Izin tersebut harus terus dievaluasi sesuai dinamika ketersediaan air tanah yang sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologis,” tegas Ateng lewat keterangan resminya, Selasa (28/10).
Ia mendorong pemerintah dan pihak perusahaan untuk melakukan kajian water stress assessment secara menyeluruh. Kajian ini penting untuk memetakan kondisi sumber daya air tanah suatu wilayah agar dapat diklasifikasikan ke dalam zona merah, kuning, atau hijau.
“Dari hasil kajian tersebut akan terlihat apakah wilayah Subang tempat perusahaan AMDK ini beroperasi termasuk zona aman atau justru zona rawan air tanah. Jika terbukti masuk zona merah, maka pengambilan air tanah harus dihentikan segera tanpa kompromi,” ujar Ateng.
Legislator PKS dari Dapil Jawa Barat IX (Sumedang, Majalengka, Subang) itu juga mengingatkan bahwa kegiatan konservasi di wilayah hulu tidak dapat dijadikan pembenaran bagi praktik eksploitasi berlebih di wilayah sensitif.
“Kegiatan konservasi hanya relevan bagi industri yang beroperasi di zona kuning atau hijau, dan itu pun tetap dibatasi. Tidak bisa konservasi dijadikan tameng untuk membenarkan penyedotan air tanah berlebih,” lanjutnya.
Ateng menambahkan, banyak perusahaan AMDK di daerah lain yang telah meraih predikat PROPER Hijau atau Emas, namun tetap harus melandaskan operasinya pada kajian ilmiah tentang kondisi air tanah.
“Label ramah lingkungan bukan jaminan bahwa pengelolaan sudah benar. Justru perusahaan yang meraih PROPER tinggi harus menjadi teladan dengan membuka hasil kajian ilmiah mereka kepada publik,” kata Ateng.
Sebagai perusahaan besar yang telah lama beroperasi di Indonesia, Aqua memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memastikan bahwa setiap tetes air yang diambil telah melalui mekanisme yang berkelanjutan. Transparansi data dan hasil kajian merupakan bentuk akuntabilitas terhadap publik.
“Jika Aqua berani mempublikasikan hasil kajian secara terbuka, kegaduhan di masyarakat bisa ditepis dengan sendirinya. Namun jika belum ada, maka sudah saatnya berbenah dan siap menerima konsekuensi,” pungkasnya.
Aqua Masih Ngotot Airnya Dari Pegunungan
PT Tirta Investama menegaskan sumber air untuk seluruh produk Aqua berasal dari air pegunungan, bukan air tanah biasa.
Penegasan ini disampaikan Direktur Komunikasi Korporat Aqua, Vera Galuh Sugijanto usai menghadiri undangan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Menteng, Jakarta, Selasa, (28/10).
Ia menegaskan, proses pengambilan melalui pengeboran hanyalah cara teknis untuk mengalirkan air dari sumber alami.
“Sumber air Aqua adalah air pegunungan. Dan itu bisa dibuktikan dengan beberapa studi, studi geologi, hidrogeologi adalah sainsnya ya bisa ditanyakan juga dengan para ahli hidrogeologi,” kata Vera.
Ia menegaskan, cara pengambilan air dengan pengeboran tidak mengubah fakta bahwa sumber airnya berasal dari pegunungan.
“Jadi pengeboran itu adalah caranya tetapi sumber airnya adalah sumber air pegunungan,” ujarnya.
Vera juga menjelaskan, Aqua selalu menjalankan operasionalnya sesuai izin dan ketentuan yang berlaku. Semua pabrik Aqua, sudah disetujui oleh otoritas terkait.
“Kami juga memaparkan secara fakta berdasarkan bukti bagaimana Aqua beroperasi dan bagaimana kami mengambil sumber air bersumber dari pegunungan dan kemudian proses sampai kepada konsumen dalam kemasan-kemasan yang sudah disetujui oleh Badan POM,” jelas Vera.(*)
*rmol



																				




