foto : relief candi surowono
finews, Kediri — BARISAN kisah hewan berderet di kaki Candi Surowono, Kabupaten Kediri. Cerita kerbau, buaya, bangau, ikan, hingga kura-kura, terpahat rapi di candi yang dibangun pada abad ke-14 itu. Relief-relief tersebut bukan sekadar hiasan. Setiap guratannya memuat potongan kisah moral yang diwariskan berabad-abad lalu.
Dalam kajian sejarah, ornamen hewan itu dikenal sebagai Kidung Tantri, ajaran kebijaksanaan yang dikemas melalui cerita fabel. Salah satunya mengisahkan bangau yang menyamar sebagai pendeta untuk memperdaya ikan-ikan agar menjadi santapannya. Ada pula kisah kerbau menolong buaya yang terjebak di bawah pohon tumbang.
“Binatang sebagai tokoh utama dimaksudkan agar pembaca dapat dengan mudah mencerna inti cerita yang disampaikan,” kata Sigit Widiatmoko, dosen sejarah Universitas Nusantara PGRI Kediri, Senin, 3 November 2025 yang lalu.
Sigit menyebut, candi pada masa lampau tidak hanya difungsikan sebagai tempat pemujaan atau pendharmaan. Bangunan itu juga menjadi ruang pendidikan, khususnya untuk menanamkan nilai-nilai moral. Cerita tantri di dinding candi berperan sebagai sarana pembelajaran bagi para pangeran yang kelak akan memimpin kerajaan.
Candi Surowono yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Badas, Kediri didirikan pada era Majapahit. Dibangun pada 1388 Masehi untuk memuliakan Bhre Wengker, paman Raja Hayam Wuruk.
Relief-relief hewan tersebut berakar dari kisah Jataka, cerita kehidupan lampau Sang Buddha. Kemudian berkembang menjadi Tantri Kamandaka pada masa Majapahit abad ke-15 hingga ke-16. Hewan-hewan di kaki candi bukan dekorasi semata. Kisah itu merupakan medium pengingat, cara para leluhur menyampaikan teladan melalui cerita yang mudah dipahami.
“Teladan tak melulu menghadirkan contoh baik, bisa juga dengan contoh buruk agar dihindari,” ujar Sigit.
Kisah buaya, bangau, ikan, dan kura-kura dipahat karena cerita-cerita itu sangat digemari pada masanya. Binatang menjadi tokoh yang merepresentasikan tingkah laku dan karakter manusia. Sejumlah kisah tersebut bahkan masih bertahan hingga kini sebagai dongeng anak.
Dengan kandungan nilai edukatifnya, Candi Surowono cocok menjadi tujuan study tour anak-anak sekolah. Pengunjung dapat menikmati estetika relief sekaligus mempelajari sejarah.
“Pengunjung bisa meminta penjelasan tentang relief. Kami sesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan pemahaman mereka,” kata Imam Maliki, petugas jaga Candi Surowono.
Di antara candi-candi peninggalan Majapahit, Surowono memang bukan yang paling megah. Namun, reliefreliefnya menyimpan warisan budaya yang kaya akan nilai seni, spiritualitas, dan pendidikan. (darsih)
#Kediripedia.com








