foto : dari priority
finews – Dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak masa jabatan 2024 – 2029, ada beberapa daerah dimana kontestannya harus melawan kotak kosong alias calon tunggal. Dan kotak kosong dalam Pilkada memungkinkan untuk menang dalam kontes Pilkada 2024 ini.
Adapun berikut wilayah dengan calon tunggal dalam Pilkada 2024:
Provinsi:
Papua Barat
Kabupaten/kota
Aceh
-Aceh Utara
-Aceh Taming
Sumatera Utara
-Tapanuli Tengah
-Asahan
-Pakpak Bharat
-Serdang Berdagai
-Labuhanbatu Utara
-Nias Utara
Sumatera Barat
-Dharmasraya
Jambi
-Batanghari
Sumatera Selatan
-Ogan Ilir
-Empat Lawang
Bengkulu
-Bengkulu Utara
Lampung
-Lampung Barat
-Lampung Timur
-Tulang Bawang Barat
Kepulauan Bangka Belitung
-Bangka
-Bangka Selatan
-Kota Pangkal Pinang
Kepulauan Riau
-Bintan
Jawa Barat
-Ciamis
Jawa Tengah
-Banyumas
-Sukoharjo
-Brebes
Jawa Timur
-Trenggalek
-Ngawi
-Gresik
-Kota Pasuruan
-Kota Surabaya
Kalimantan Barat
-Bengkayang
Kalimantan Selatan
-Tanah Bumbu
-Balangan
Kalimantan Timur
-Kota Samarinda
Kalimantan Utara
-Malinau
-Kota Tarakan
Sulawesi Utara
-Kepulauan Siau Tagulandang Biaro
Sulawesi Selatan
-Maros
Sulawesi Tenggara
-Muna Barat
Gorontalo
-Puhowato
Sulawesi Barat
-Pasangkayu
Papua Barat
-Manokwari
-Kaimana (sbr. detikNews)
Melansir dari cnnindonesia.com, sangat dimungkinkan adanya pasangan calon tunggal melawan kotak kosong terjadi di Pilkada 2024. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau Pilkada mengakomodir dan mengatur secara rinci pelbagai persyaratannya.
Kotak kosong merupakan istilah lantaran munculnya calon tunggal yang tidak memiliki pesaing. Sehingga dalam surat suara posisi lawan dinyatakan dalam bentuk kotak kosong.
Jika terjadi calon tunggal, maka proses Pilkada dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom. Satu kolom memuat foto pasangan calon dan satu kolom lainnya kotak kosong tidak bergambar. Kemudian pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos.
Kemudian, bagaimana konsekuensi jika kotak kosong menang melawan calon tunggal di suatu wilayah pada Pilkada 2024 nanti.
Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada mengatur calon tunggal dinyatakan sebagai pemenang Pilkada jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen suara sah. Sebaliknya, calon tunggal dianggap kalah jika tak mencapai suara lebih dari 50 persen suara sah.
Apabila calon tunggal kalah, maka paslon tunggal yang bersangkutan bisa mencalonkan lagi di Pilkada tahun berikutnya atau Pilkada yang sesuai jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.
“Jika perolehan suara pasangan calon kurang dari sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pasangan calon yang kalah dalam Pemilihan mencalonkan lagi dalam Pemilihan berikutnya,” bunyi Pasal 54D ayat (2).
“Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 54D ayat (3).
Jika wilayah masih mengalami kekosongan kepemimpinan imbas menangnya kotak kosong, maka pemerintah akan menunjuk penjabat (Pj) gubernur, bupati atau wali kota untuk memimpin sementara wilayah sampai terpilihnya kepala daerah definitif hasil Pilkada.
“Dalam hal belum ada pasangan calon terpilih terhadap hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah menugaskan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat Walikota,” bunyi Pasal 54D ayat (4).
Fenomena kotak kosong menang di Pilkada sempat terjadi pada Pilkada Kota Makassar 2018 lalu. Kala itu terjadi pertarungan antara kotak kosong melawan paslon tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).
Selisih suara pasangan Appi-Cicu dengan kotak kosong 36.550 suara. Kotak kosong mendapat 300.795 suara dan Appi-Cicu mendapat 264.245 suara.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar memastikan pemilihan wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar akan diulang pada 2020.
KPU tidak mempermasalahkan masyarakat mencoblos kotak kosong jika hanya ada satu kandidat pasangan calon di Pilkada 2024.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan asalkan masyarakat tidak saling menggembosi untuk tidak menggunakan hak pilihnya. (*)








