foto : Lukmandaka
finews – Pada hakekatnya cinta adalah rasa suka yang dimiliki oleh mahkluk hidup terhadap sesuatu. Dengan demikian rasa cinta memiliki kans terhadap banyak rasa suka terhadap apa saja dan siapa saja. Apabila kita mengkaji cinta (pada diri manusia) tidak ada rasa cinta yang hakiki.
Cinta pada zaman purba
Pada zaman itu cinta terlahir tanpa ikatan dan tanpa disadari cinta semata sebagai dorongan untuk bertahan hidup dan melanjutkan keturunan, hingga cinta sebagai kekuatan spiritual yang mendalam. Cinta bisa leluasa dinikmati sosok yang mempunyai kekuatan lebih besar dari yang lain, sehingga mahkluk lemah hanya sebagai penonton. Hal ini bertahan sampai pada kemajuan peradaban manusia mengalami perkembangan secara moral.
Cinta pada zaman kenabian
Jika cinta pada zaman purba tanpa ada ikatan, hanya asal suka dan untuk mempertahankan hidup dan berkelanjutan keturunan, bada dengan zaman kenabian. Zaman nabi (lebih bertitik berat pada Islam) cinta merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, termasuk dalam zaman kenabian. Dalam Islam, cinta yang dibingkai dengan syariat Allah Ta’ala, yaitu al-mahabbatu as-syari’i, adalah bentuk cinta yang dianjurkan. Ketika itu, awal mula Cinta yang Diatur Syariat,
Islam mengajarkan bahwa cinta terhadap lawan jenis harus dibingkai dengan syariat Allah Ta’ala, seperti yang dijelaskan dalam konsep al-mahabbatu as-syari’i. Cinta ini harus didasarkan pada keimanan dan tidak boleh melanggar ketentuan agama. Cinta yang dibingkai syariat adalah cinta yang tidak hanya memenuhi aspek emosional, tetapi juga aspek spiritual dan moral. Cinta semacam ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia.
Cinta pada zaman modern
Jika pada zaman kenabian merupakan awal cinta terbingkai dalam syariat agama, pada zaman sekarang karena sudah tidak hanya terpengaruh dengan adat semata, yang secara modern terdapat suatu pemerintahan yang berkuasa, maka tidak hanya agama dan adat (spiritual dan moral) saja yang berbicara, namun pemerintahan atau negarapun termasuk didalamnya. Penyatuan cinta yang lazim disebut “pernikahan” memiliki aturan yang ditetapkan baik oleh undang-undang negara maupun agama. Jika bicara di Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 mengatur bahwa perkawinan hanya diperbolehkan jika laki-laki dan perempuan telah mencapai usia 19 tahun. Dalam Islam, terdapat rukun dan syarat nikah yang harus dipenuhi agar pernikahan dianggap sah.
Mengutip AI, Pernikahan memiliki aturan yang ditetapkan baik oleh undang-undang negara maupun agama. Di Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 mengatur bahwa perkawinan hanya diperbolehkan jika laki-laki dan perempuan telah mencapai usia 19 tahun.
Dalam Islam, terdapat rukun dan syarat nikah yang harus dipenuhi agar pernikahan dianggap sah.
Aturan Pernikahan Menurut Undang-Undang:
Usia:
Perkawinan hanya diizinkan jika kedua calon pengantin telah mencapai usia 19 tahun.
Pencatatan:
Setiap perkawinan harus dicatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Poligami:
Pada prinsipnya, seorang pria hanya boleh memiliki satu istri. Pengadilan dapat memberikan izin poligami jika ada alasan yang kuat.
Aturan Pernikahan Menurut Syariat Islam:
Rukun Nikah:
Rukun nikah meliputi: mempelai pria, mempelai wanita, wali nikah (untuk mempelai wanita), dua saksi, dan ijab kabul (ucapan janji pernikahan).
Syarat Nikah:
- Kedua calon pengantin harus beragama Islam (seagama).
- Tidak ada hubungan mahram (yang melarang pernikahan) antara calon pengantin.
- Kedua calon pengantin tidak sedang dalam masa iddah.
-Tidak ada paksaan dalam pernikahan.
- Kedua calon pengantin tidak sedang dalam keadaan ihram haji atau umroh.
Wali Nikah:
Wali nikah bagi mempelai wanita harus laki-laki, beragama Islam, dan dewasa.
Pernikahan yang sah secara hukum dan agama adalah dasar bagi pembentukan keluarga yang kuat.
Penting untuk memahami aturan pernikahan baik secara hukum maupun agama untuk memastikan pernikahan yang sah dan berkelanjutan.
Begitu sebatas pemahaman penulis akan cinta yang diterjemahkan dalam bentuk penyatuan pernikahan dari zaman ke zaman.
Oleh : Lukmandaka
Aktif pada media ini, penyuka budaya