foto : eksekusi lahan hgu ptpn1 di desa sido sari, lampung selatan/liputan6.com/ardi
finews,Tanjung Karang — Hari terakhir eksekusi lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN I Regional 7 di desa Sido Sari, kecamatan Natar, Lampung Selatan, berlangsung pada Senin, (13/1). Eksekusi ini melibatkan pengamanan ketat dari pihak berwenang
Head Area PTPN I Regional 7, Tuhu Bangun menjelaskan bahwa lahan seluas 4.984,41 hektare ini berdasarkan HGU Nomor 16 Tahun 1997 telah diputuskan sebagai aset sah negara melalui putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Proses eksekusi ini dilakukan sesuai hukum. Kami tetap mengedepankan pendekatan humanis, dengan memberikan waktu kepada warga untuk secara sukarela meninggalkan lahan,” ujar Tuhu Bangun, Senin (13/1).
Ia menambahkan bahwa PTPN menyediakan beberapa bantuan, seperti rumah transit dengan biaya 1 juta per keluarga, tukang untuk membantu pembongkaran rumah, hingga transportasi.
Bagi warga yang tidak memiliki tempat tinggal, PTPN juga bekerja sama dengan pondok pesantren untuk menampung mereka sementara waktu.
Meski mayoritas warga telah memahami situasi dan meninggalkan lahan, Tuhu menyebut masih ada sejumlah orang yang memengaruhi 20 dari 72 kepala keluarga untuk tetap bertahan.
Kapolres Lampung Selatan, AKBP Yusriandi Yusrin menyatakan pihaknya melaksanakan pengamanan secara humanis, melibatkan 250 personel gabungan dari Polres, Kodim, Satpol PP, dan Dinas Kesehatan.
“Kami mengutamakan pendekatan persuasif. Namun, ketika ditemukan beberapa warga membawa senjata tajam, kami melakukan tindakan tegas dan terukur. Empat orang telah diamankan, termasuk seorang provokator,” jelas Yusriandi.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak menempati lahan yang bukan hak mereka dan memastikan eksekusi berjalan lancar tanpa kekerasan.
Penitera Pengadilan Negeri Kalianda, Ahmad Letondot Basari menjelaskan bahwa eksekusi lahan telah dilaksanakan sesuai putusan yang inkracht per 31 Desember 2024.
Terkait gugatan baru yang diajukan pada 7 Januari 2025, ia menegaskan bahwa kasus tersebut tidak memengaruhi eksekusi yang sudah dilakukan.
“Gugatan baru yang masuk akan diproses di pengadilan mulai 14 Januari 2025, tetapi eksekusi ini adalah perkara terpisah yang telah berkekuatan hukum tetap,” tegas Ahmad.
Proses eksekusi ini menjadi upaya penegakan supremasi hukum atas aset negara yang telah lama dikuasai warga tanpa izin. PTPN berharap seluruh pihak dapat mematuhi hukum demi terciptanya ketertiban dan keadilan.
Ada Provokasi
Proses pembongkaran ini sempat diwarnai provokasi oleh oknum yang menghalangi upaya pengangkutan material keluar dari lokasi.
Sebanyak sepuluh rumah warga masih bertahan di lokasi pasca-eksekusi lahan PTPN I Regional 7 di Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, oleh Pengadilan Negeri (PN) Kalianda, pada Selasa (31/12/2024 )yang lalu .
Hingga hari keenam setelah eksekusi lahan, pada Minggu (5/1/2025), sejumlah warga yang disebut sebagai okupan mulai membongkar sendiri bangunan mereka.
Namun, proses pembongkaran ini sempat diwarnai provokasi oleh oknum yang menghalangi upaya pengangkutan material keluar dari lokasi.
“Kami terus mendukung para okupan yang sukarela mengosongkan rumah mereka. Proses pembongkaran juga dibantu oleh PTPN I Regional 7. Mereka menyadari bahwa lahan ini merupakan milik PTPN I. Sayangnya, hari ini ada oknum yang mencoba menghalangi,” ujar Jumiyati, Kepala Bagian Sekretariat dan Hukum PTPN I Regional 7, di Bandar Lampung, Minggu (5/1)sebelumnya.
Jumiyati menegaskan, perusahaan telah memilih pendekatan humanis dalam proses eksekusi lahan seluas 75 hektare yang termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) No.16 Tahun 1997. PTPN I berusaha menghindari konflik fisik di lapangan dengan tetap mengedepankan dialog dan persuasi.
“Perusahaan telah memberikan berbagai opsi agar kedua belah pihak tidak dirugikan. Mulai dari menyediakan tenaga tukang untuk pembongkaran mandiri, memberikan biaya sewa rumah sementara, hingga menyediakan armada pengangkutan barang dan gudang penyimpanan,” jelas dia.
Tidak hanya itu, pihak perusahaan juga menawarkan peluang pekerjaan bagi warga terdampak yang membutuhkan. Langkah ini diambil untuk memastikan proses relokasi berjalan lancar tanpa menimbulkan ketegangan baru.
“Secara hukum, putusan pengadilan harus dilaksanakan tanpa syarat. Namun, demi aspek kemanusiaan, kami rela membantu. Jadi, tidak ada alasan bagi warga untuk menolak eksekusi ini,” tegasnya.
Meski sebagian besar warga telah mematuhi keputusan hukum dengan sukarela, masih ada oknum yang melakukan provokasi dan memblokir akses keluar masuk lokasi. Aparat keamanan yang hadir di lokasi berupaya mengatasi situasi ini tanpa tindakan represif.
“Kami berharap insiden provokasi dan blokade ini segera dihentikan untuk mencegah pelanggaran hukum lebih lanjut. Jika tidak, aparat keamanan akan mengambil tindakan sesuai hukum yang berlaku,” kata Jumiyati.
Untuk memastikan komitmen pendekatan humanis, PTPN I Regional 7 telah melakukan pendataan dan menjadwalkan pembongkaran bangunan secara bertahap. Hal ini disesuaikan dengan ketersediaan tenaga tukang yang dikerahkan ke lapangan.
“Secara hukum, kami tidak berkewajiban untuk membantu proses ini. Tapi, karena aspek kemanusiaan, kami memilih pendekatan ini. Hari ini dijadwalkan semua rumah selesai dibongkar,” jelas Jumiyati.
Ia juga menambahkan, prioritas diberikan kepada warga yang telah bersedia membongkar bangunan mereka secara sukarela.
“Kami tetap berkomitmen pada pendekatan humanis ini hingga seluruh proses selesai,” pungkasnya.(*)
* liputan6