Oleh : Totok Swa
finews – Memang banyak dari falsafah Jawa yang apabila diterapkan dalam menjalani hidup dan kehidupan sangat bagus dan falsafah tersebut akan menjadi tauladan yang baik bagi sesama umat manusia baik dalam hubungan antar manusia dan antara manusia dengan Tuhannya. Salah satu dari falsafah itu adalah “Nrimo Ing Pandum”, kata ini sangat sederhana namun mengandung arti yang sangat mendalam.
Dikutip dari abstraksi dari artikel Silvia Maudy Rakhmawati, mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada yang ditayangkan pada (jurnal.ugm.ac.id > article), nrimo ing pandum bukanlah istilah asing di telinga orang awam. Meskipun demikian, masih banyak orang yang miskonsepsi terhadap istilah tersebut. Sikap menerima segala sesuatu yang diajarkan dalam filosofi tersebut dianggap menjadi faktor penyebab pudarnya motivasi untuk bekerja dan mematikan produktivitas. Prasangka terhadap filosofi nrimo ing pandum sama sekali tidak tepat. Filosofi nrimo ing pandum berkaitan erat dengan aspek spiritual.
Melalui analisis filosofi nrimo ing pandum dalam perspektif sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta relevansinya dengan etos kerja orang Jawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan kerangka filsafati. Hasil penelitian ini memberitahukan bahwa: Filosofi nrimo ing pandum merupakan representasi masyarakat Jawa sebagai makhluk Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Filosofi nrimo ing pandum erat hubungannya dengan pengelolaan emosi, keselarasan batin, serta pengendalian dan penerimaan diri. Filosofi nrimo ing pandum sejalan dengan isi sila Ketuhanan Yang Maha Esa bahwa tidak ada satupun yang bisa mengubah ketetapan Tuhan, sebab takdir adalah wewenang mutlak-Nya. Nrimo merupakan jalan terakhir dari sebuah kerja keras. Hanya setelah segala bentuk usaha manusia dikerahkan, nrimo ing pandum dapat dilaksanakan. Sehingga relevansinya dengan etos kerja orang Jawa, nrimo ing pandum merupakan bentuk upaya paripurna yang dapat dilakukan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Disini, disamping hal tersebut diatas menurut penulis bahwa nrimo ing pandum terbagi menjadi dua makna :
1. Nrimo ing pandum kepada Tuhannya.
Nrimo ing pandum terhadap Tuhannya.
Kata ini menurut penulis bisa bermakna “Syukur” atas segala nikmat yang telah diturunkan oleh sang Khalid. Syukur dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahanNya. Dengan bersyukur manusia akan menerima anugerah seberapapun nikmat tersebut. Syukur akan kemurahan, dan kasih sayangNya, tanpa kita sadari terlontar dari mulut kita pujian kepada-Nya pertanda kecintaan kita pada sang Maha Pencipta “alhamdulillah” maka sang pemilik jagad raya akan lebih mencintai mahkluknya dengan menganugerahi nikmat-nikmat yang lain.
Dalam sebagian makna firman Allah menyebutkan: “Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih” (QS. Ibrahim [14]: 7).
2. Nrimo ing pandum hubungan sesama manusia.
Nrimo ing pandum yang berhubungan dengan sesama, penulis bisa menyimpulkan bila kita menerapkannya maka sikap “legowo” atau “ikhlas” pasti ada pada diri kita yang tentunya akan terhindar dari “keserakahan”. Dengan sikap seperti ini maka nafsu keserakahan kita tidak akan terpatri dalam benak bahkan batinpun takkan pernah terpikirkan. Dengan legowo mengajarkan pada kita rasa rendah diri yang akan mendorong semangat kerja kita dengan membangun suatu semboyan “hari ini harus lebih baik dari kemarin, besok harus lebih baik dari sekarang”, begitupun seterusnya. Akam semboyan tersebut, sebagai mahluk sosial akan terus berusaha membangun sangat lerja dan membangun suatu hubungan yang sinergi dengan sesama tanpa didasari rasa iri, dengki dan keserakahan karena selalu menerima hasil yang dicapai hari itu dan akan berus berusaha memperbaikinya guna perkembangan yang lebih baik.
Jadi penulis berpendapat “Nrimo ing pandum” bila diterapkan akan mengajarkan diri kita untuk selalu legowo dan ikhlas, dengannya maka akan tercipta rasa “syukur” sehingga kita akan menerima nikmat yang berlimpah dari sang Maha Mencipta dan tentunya akan mengajarkan ketaqwaan yang sempurna. (*)