Oleh: Abd. Kholiq
(Bagian 2 – habis
Problem dan Sikap
Sesuai dengan makna, tujuan dan UU politik yang berlaku bahwa mengakhiri politik sesat tsb dibutuhkan ketegasan sikap dan pandangan;
Bila Amplop Politik (15 ribu amplop dst) dimaknai sedekah oleh pemberi (oknom caleg) dan pelaku (tim sukses), maka tidak mengikat bagi penerima untuk wajib memilihnya. Karena, bila dimaknai ada ikatan wajib memilih, maka saat itulah masuk katagori pelanggaran UU No. 7 Tahun 2017. Itu pula sebabnya, antara Amplop Politik dan Hak Pilih adalah dua hal yang berbeda. Amplop Politik itu sedekah yang tidak mengikat apa dan siapapun karena dilarang UU adalah satu hal. Dan, memilih pemimpin yang baik itu adalah hak privasi bebas intervensi adalah hal lain.
Terkait dengan ikhtiar menghentikan akar korupsi/ gratifikasi. Independensi pemilih untuk tidak memilih penebar Money Politik (virus korupsi) itu, patut diapresiasi dan didukung. Mengapa? Karena mereka telah ikut andil nyata dalam pencegahan korupsi secara dini. Bahkan, layak mendapat bonus khusus sebagai pahlawan pencegahan korupsi dari KPK dan pemerintah.
Bagaimana dengan JASMAS dan Program Pemerintah yang diklaim? Tidak jauh beda menyikapinya. Terdeteksi; 500 juta – miliaran rupiah untuk pembangunan fisik dan sosial yang dikoneksi oleh anggota legislatif. Sesuai UU anggota legislatif berkewajiban sedang rakyat berhak menerimanya. Tidak ada ikatan/ kewajiban khusus untuk wajib memilih konektornya. Bila, ada pesan harus memilih, maka oknum pengklaim itu, mengeksploitasi JASMAS untuk numpang kamulyan mempertahankan/ mencari jabatan dengan beli suara/ hak-hak rakyat. Inilah solusi jitu pencegahan korupsi. Sikap pura-pura dan abai, sama halnya dengan menciptakan defisit sosial makin parah. Meski, pasang-surut siklus sejarah bisa saja terulang.
Implementasi
Semestinya, caleg mampu mengidentifikasi dan menangkap persoalan/ kebutuhan dasar masyarakat untuk diperjuangkan sebagai visi dan programnya. Bukan malah jual-beli suara dan eksploitasi JASMAS, lalu menekan rakyat untuk memilihnya. Itu sadisme politik. Menangkap persoalan dasar seperti; pendidikan, ekonomi, kesehatan, hukum dan lingkungan, itu urgent. Mengapa? Karena rakyat kebanyakan masih dalam keadaan sulit. Hal itu masih tanda tanya (?) besar. Kapan kelayakan hidup dan kebutuhan dasar itu bisa diperoleh seuai amanat UUD’ 45 yang 20-an tahun lagi, negeri ini mencapai 1 abad kemerdekaannya.
Problem dasar itulah yang wajib di-create untuk dijadikan misi dan program caleg sehingga memberi harapan kehidupan yang lebih baik. Tawaran program yang realistis itu juga bakal menumbuhkan; edukasi dan partisipasi publik yang memadai. Faktanya, justeru berbalik. Urusan hidup layak diabaikan jual-beli suara terjadi secara masif. Suatu percikan politik absurd yang bisa menimbulkan kerentanan sosial – jauh dari misi dan tujuan berpolitik.
Terwujudnya misi luhur politik bergantung pada sinergitas caleg-masyarakat berkesepahaman langkah menciptakan keadilan dan kesejahteraan bersama. Pendeknya, politik yang bertujuan tholabu al-ridlo wa al-mashlahah bisa tercapai, bila implementasinya berada di jalur yang benar atau on the track agar percikan politik absurd itu – bisa dihentikan.