foto : masjid tiban di desa pacalan /ist
finews, Magetan – Sepintas Masjid Kembang Sore atau Masjid Tiban di desa Pacalan, kecamatan Plaosan – Magetan tak ada bedanya dengan masjid modern pada umumnya.Lantaran Masjid Tiban telah berulang kali direnovasi, termasuk penambahan bangunan baru di bagian depan masjid dan kubahnya.Masjid ini dikenal juga dengan nama masjid Al- Furqon
Keaslian bangunan masjid kuno ini baru bisa dilihat pada bangunan utamanya yang masih dipertahankan. Corak arsitektur jawa bisa dilihat dari empat soko guru atau tiang utama di dalam masjid yang terbuat dari kayu.
Karena empat soko guru itulah masjid ini disebut dengan Masjid Tiban. Ciri lain dari corak arsitektur jawa pada masjid kuno ini terlihat pada bangunan utamanya yang berbentuk Joglo dengan tiga buah pintu utama.
Berada di wilayah dataran tinggi, yakni di lereng gunung Lawu.Bagi wisatawan yang ingin berwisata sekaligus menambah keyakinan, sangat tepat untuk berkunjung ke masjid ini. Butuh waktu 1 jam dari Kota Magetan untuk mencapai masjid ini .
Meski dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai Masjid Tiban atau Masjid yang berdiri tanpa campur tangan manusia, namun dari sisi sejarah, kehadirannya tidak lepas dari peran seorang ulama yang bernama Nolodipo atau lebih di kenal dengan Kiai Ageng Kembang Sore.
Nolodipo adalah pemimpin prajurit Kerajaan Mataram yang pada tahun 1628 terlibat perang dengan pasukan Belanda. Dalam pelarianya di kawasan hutan lereng gunung Lawu itulah, Nolodipo menemukan empat tiang yang berdiri kokoh di atas sebuah bukit. Empat tiang tersebut selanjutnya ia kembangkan menjadi sebuah masjid.
Nolodipo ini, konon memiliki andil dalam berdirinya Kabupaten Magetan bersama Raden Ki Mageti (magetankab.go.id edisi 13 April 2022)
Nama Kembang Sore tersebut juga dipercaya dari kesaktian Nolodipo yang menanam kembang atau bunga di kawasan setempat pada pagi hari dan sorenya langsung berbunga. “Sehingga, secara turun-temurun, masjid ini dikenal dengan nama Masjid Tiban atau Masjid Kembang Sore, sebagai nama samaran Nolodipo dari kejaran pasukan Belanda,” ujar Takmir Masjid Tiban,mengutip antara
Menurutnya, 4 soko guru dalam masjid merupakan ciri khas dari masjid peninggalan kerajaan Mataram. Hal lain yang merupakan ciri khas dari Kerajaan Mataram adalah mimbar tempat penceramah. Konstruksi mimbar masjid masih dipercaya seperti bentuk aslinya, yakni kayu yang dilengkapi dengan ukiran motif kerajaan Mataram Islam.
Masjid Tiban dipercaya memiliki nilai sejarah dan berperan dalam syiar agama Islam di kawasan lereng gunung Lawu.Hingga kini tetap digunakan sebagai pusat aktivitas ke-Islaman oleh masyarakat desa Pacalan.
Saat bulan Ramadhan seperti sekarang, pengunjung dari luar daerah ramai mengunjungi masjid dan makam kuno Kiai Ageng Kembang Sore, untuk berziarah.
Makam Kiai Ageng Kembang Sore terletak di kompleks kuburan kuno sebelah barat masjid, sering menjadi tempat ziarah para pendatang dari berbagai daerah asal.
Menurut legenda, Raden Nolodipo ini mampu menanam kembang atau bunga di pagi hari. ‘’Dan, sore harinya si kembang ini sudah bisa mekar. Maka, beliau ini sering disebut pula Kiai Ageng Kembang Sore,’’ ujar kepala desa Pacalan, Agus Suharto, ST, MT, tulis magetankab.go.id Rabu (13/4/2022)

Di pemakaman Kembang Sore ini, juga dimakamkan Bupati ke-2 Magetan, KRMT Poerwodiningrat atau Kj. Ky. Adipati Poerwodiningrat. Di tempat ini, dimakamkan pula Bupati ke-3 Magetan, KRT. Sosrodipuro. Diketahui Kiai Ageng Kembang Sore adalah guru kedua Bupati Magetan tersebut.
Kini usia Masjid Tiban diperkirakan lebih dari 200 tahun, namun masjid tersebut masih kokoh berdiri, sekokoh nilai sejarah yang secara turun-temurun diceritakan para orang tua kepada generasi mudanya. Baik nilai sejarah perjuangan kemerdekaan melawan Belanda hingga sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Magetan dan sekitarnya.
Sekilas Desa Pacalan
Pacalan adalah sebuah nama desa di wilayah kecamatan Plaosanl, kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.
Pacalan merupakan daerah “Perdikan” yang banyak menyimpan sejarah di dalamnya, mulai dari kisah kerajaan Mataraman Djogja hingga Madura.
Wilayahnya sangat luas,desa Pacalan terbagi dalam dusun Sangeng,dusun Dokingkin,dusun Geneng,dan dusun Pacalan
Membentang dari Pacalan naik ke lereng gunung Lawu juga sebagian jalan tembus di atas Sarangan hingga ke Pos 2 , Pos 3, Pos 4 jalur pendakian Cemoro sewu, hingga ke titik puncak “Hargo Dumilah” di Pacalan sendiri terdapat mata air yang bernama “Sumber Mudal” airnya yang cukup besar mampu mencukupi kota Magetan, hingga pangkalan udara Iswahyudi , Pacalan adalah penghasil sayur- mayur, agro wisata dan suatu tempat dengan pemandangan alamnya yang indah
Kuliner paforit adalah Mie Jerembak atau selada air, Sego Takir dan Sego Rogoh.

Terdapat wisata seni dan kerajinan. Yaitu, anyaman dan miniatur dari bambu. Serta kerajinan bunga dari limbah plastik, dan batik Perdikan,’’
Tradisi Dawuhan Sumber Mudal merupakan tradisi masyarakat yang di laksanakan setiap hari Jumat Legi pada bulan Muharam. Masyarakat membawa nasi Ambeng dan menyembelih dua kambing di area Sumber Mudal. ‘’Tradisi tersebut turun temurun dari leluhur.(totok)